July 13, 2013

Gelar Nasab Al Alawiyin

Gelar Nasab Al Alawiyin


1 Al-Ustadz al-A'dzam (الأستاذ الأعظم)
2 Asadullah fi Ardhihi (أسادالله في أرضه)
3 Al-A'yun (الأعين)
4 Al-Bar (البار)
5 Al-Battah (البتاه)
6 Al-Bahar (البحر)
7 Al-Ibrahim (الإبراهيم)
8 Al-Barakat (البركات)
9 Al-Barum (الباروم)
10 Al-Bashri (البصرى)
11 Al-Babathinah (البباطنة)
12 Al-Bayti (البيتى)
13 Al-Biedh (البيض)
14 Al-Babarik (الببارك)
15 At-Turobi (الترابى)
16 Al-Bajahdab (الباجهداب)
17 Jadid (جديد)
18 Al-Djufri (الجفرى)
19 Djamalullail (جمال الليل)
20 Bin Jindan (بن جندان)
21 Al-Jannah (الجنة)
22 Al-Djunaid (الجنيد)
23 Al-Djunaid al-Akhdor (الجنيد الأحضار)
24 Al-Jailani (الجيلانى)
25 Al-Hamid
26 Al-Habsyi (الحبشى)
27 Al-Haddad (الحداد)
28 Al-Bahasan/Banahsan ( الباحسن/ بانحسن)
29 Bahusein (باحسين)
30 Al-Hiyyed (الحيد)
31 Al-Khirrid (الخريد)
32 Al-Khaneman (الخينما)
33 Aal-Khamur (الخمور)
34 Maula Khailah (مولى خيلة)
35 Al-Khuun (الخون)
36 Mauladdawilah (مولى الدويلة)
37 Adz-Dzi'bu (الذئب)
38 Baraqbah (بارقبة)
39 Ar-Rukhailah (الرخيلة)
40 Az-Zahir (الزاهر)
41 Basakutah (باسكوتة)
42 As-Saqqaf / Assegaf (السقاف)
43 As-Sakran (السكران)
44 Bin Sumaith (بن سميط)
45 Bin Sumaithan (بن سميطا)
46 As-Sirry (السرى)
47 Bin Sahal (بن سهل)
48 Asy-Syathiri (الشاطرى)
49 Syabsyabah (شبشبة)
50 Asy-Syilli (الشل)
51 Basyumailah (باشميلة)
52 Syahabuddin (شهاب الدين)
53 Basyaiban (باشيبان)
54 Bin Syaikh Abu Bakar bin Salim (ابن الشيخ أبى بكر بن سالم)
55 Asy-Syaikhon dan Aal Bin Syaikhon ( الشيخان بن شيخان)
56 Shahib Al-Hamra' (صاحب الحمراء)
57 Shahib Al-Hauthoh (صاحب الحوطة)
58 Shahib Asy-Syi'ib (صاحب الشعب)
59 Shahib Qasam (صاحب قسم)
60 Shahib Marbath (صاحب مربط)
61 Shahib Maryamah (صاحب مريمة)
62 Basurroh (باسرة)
63 Ash-Shulaibiyah (الصليبية)
64 Ash-Shafi al-Jufri (الصافى الجفرى)
65 Ash-Shafi As-Saqqaf (الصافى السقاف)
66 Aal-Thaha (ال طه)
67 Ath-Thahir (الطاهر)
68 Al-Adani (العدنى)
69 Azhamat Khan (عظمات خان)
70 Al-'Aqil (العقيل)
71 Ba'aqil (باعقيل)
72 Ba'alawi (باعلوى)
73 Aal-Ali Lala (علي للا)
74 Al-Atthas (العطاس)
75 Al-Aydrus (العيدروس)
76 Al-Aidid (العيديد)
77 Ba'umar (باعمر)
78 Al-Auhaj (الأوهج)
79 Al-Ba'bud (آل باعبود)
80 Al-Ghazali (الغزالى)
81 Al-Ghusnu (الغسن)
82 Al-Ghamri (الغمرى)
83 Balghaits (بالغيث)
84 Al-Ghaidhi (الغيضى)
85 Aal-Fad'aq (ال فدعق)
86 Bafaqih (بافقيه)
87 Bilfaqih (بالفقيه)
88 Al-Faqih Al-Muqaddam (الفقيه المقدم)
89 Bafaraj (بافرج)
90 Abu Futhaim (ابو فطيم)
91 Al-Fardy (الفردي)
92 Al-Qadri
93 Al-Quthban (القطبان)
94 Al-Qori' (القارئ)
· 95 Al-Kaf (الكاف)
96 Al-Muhdhar (المحضار)
97 Aal Al-Muhdhar (آل المحضار)
98 Al-Mahjub (المحجوب)
99 Al-Maknun (المكنون)
100 Al-Masyhur (المشهور)
101 Al-Marzaq (المرزاق)
102 Al-Maqaddy (المقدى)
103 Al-Muqaibil (المقيبل)
104 Al-Musyayyakh (المشياخ)
105 Al-Musawa (المساوى)
106 Al-Munawwar (المنور)
107 Al-Mudaihij (المديحج)
108 Al-Muthahhar (المطهار)
109 An-Nahwi (النحوى)
110 An-Nadhir (النظير)
111 Aal-Abu Numay (ال أبو نمى)
112 Al-Haddar (الهدار)
113 Al-Hadi (الهادى)
114 Al-Hinduan (الهندوان)
115 Baharun (باهرون)
116 Bahasyim (باهاشم)
117 Bin Yahya (بن يحيى)

Al-Ustadz al-A'dzam (الأستاذ الأعظم)
Beliau adalah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dijuluki dengan gelar al-ustadz al-a'dzam karena beliau adalah seorang guru besar dan seorang sufi yang menjalankan thariqah kefakiran (hanya berhajat kepada Allah swt) dan bertasawuf dengan tasawuf yang bersih dan terpelihara dari hal-hal yang haram, berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah yang disyiarkan dengan ruh Islam dan tauhid. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dikaruniai 5 orang anak lelaki yaitu Alwi al-Ghuyur, Ali, Ahmad, Abdullah dan Abdurahman. Dan yang meneruskan keturunanya hanya 3 orang yaitu: Alwi al-Ghuyur, Ali dan Ahmad. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali wafat di Tarim tahun 653 H.

Asadullah fi Ardhihi (أسادالله في أرضه)
Beliau adalah waliyullah Muhammad bin Hasan at-Turobi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dinamakan Asadullah fi Ardhihi dikarenakan Syaikh Muhammad Asadullah sangat tekun membaca al-Qur'an dan memahami maknanya. Beliau selalu bangun untuk beribadat kepada Allah pada waktu akhir sepertiga malam, sehingga beliau merasakan dirinya fana'. Beliau bersemangat untuk membaca al-Qur'an dan memahami maknanya serta merasakan kenikmatan pada dirinya jika sedang membaca al-Qur'an, sehingga beliau merasa sebagai seekor Singa dan berkata dalam keheningan malam dengan perkataan "Ana Asadullah fi Ardhihi " Dalam kitab al-Masyra' diceritakan bahwa beliau dikarunia 6 orang anak lelaki, dan 3 orang yang meneruskan keturunan beliau, yaitu: Abu Bakar Basyaiban (wafat tahun 800 Hijriyyah), Hasan, menurunkan keluarga: Jamalullail, Bin Sahal, Baharun, al-Junaid, al-Qadri dan as-Siri), wafat tahun 757 Hijriyyah, Ahmad, menurunkan keluarga: asy-Syatri, al-Habsyi dan Syanbal. Waliyullah Muhammad bin Hasan at-Turobi wafat tahun 778 H.

Al-A'yun (الأعين)
Yang dijuluki al-A'yun di antaranya ialah waliyullah Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah (datuk keluarga al-Muqaibil).
Gelar al-A'yun diberikan karena beliau mempunyai warna hitam yang lebar pada biji matanya sehingga terlihat indah.

Al-Bar (البار)
Yang pertama kali digelari al-Bar adalah waliyullah Ali bin Ali bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau digelari dengan al-Baar karena sangat taat (berbakti) kepada ibunya dengan sebenar-benarnya taat yang hal tersebut sedikit sekali dilakukan oleh anak terhadap ibunya. Beliau dinamakan dengan nama ayahnya (Ali bin Ali), karena ketika ayahnya wafat, ia masih dalam kandungan ibunya, beliau hanya taat kepada ibunya karena ayahnya telah wafat. Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dikarunia tiga orang anak lelaki bernama: Abubakar, Abdullah dan Husin. Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dilahirkan dan wafat di kota Dau'an, Hadramaut.

Al-Battah (البتاه)
Mereka adalah anak cucu dari keluarga Syaikh Abu Bakar bin Salim dan datuk mereka ialah waliyullah Abu Bakar bin Ahmad bin Abdurahman bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah bin Syaikhon bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Dinamakan 'Battah' karena beliau dilahirkan di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur.

Al-Bahar (البحر)
Mereka adalah keturunan dari keluarga al-Jufri. Datuk mereka adalah waliyullah Syaikhan bin Alwi bin Abdullah at-Tarisi bin Alwi al-Khawas bin Abu Bakar al-Jufri. Yang pertama kali digelari 'al-Bahar' adalah Waliyullah Saleh ayah dari Habib Hasan al-Bahar.
Gelar yang disandang menurut asy-Syaikh Abdullah bin Semir dalam kitabnya Giladat an-Nahri yang berisi manakib al-Habib Hasan bin Saleh al-Bahar, menyatakan bahwa yang pertama kali diberi gelar al-Bahar adalah ayahnya, Soleh. Gelar tersebut diberikan karena tampaknya keramat beliau ketika sering berlayar di laut. Di samping itu gelar tersebut diberikan karena ilmu beliau luas seperti luasnya laut.
Waliyullah Hasan bin Soleh al-Bahar dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ja'far, Abdul Qadir dan Soleh.

Al-Ibrahim (الإبراهيم)
Yang pertama kali dijuluki al-Ibrahim ialah waliyullah Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman as-Saqqaf.
Sebab dinamakan al-Ibrahim karena nama tersebut dinisbatkan kepada nama kakeknya. Ibrahim merupakan nama Ibrani seperti Ismail, Ishaq, Yusuf dan Ya'qub yang kemudian nama tersebut dimasukkan ke dalam bahasa Arab.

Al-Barakat (البركات)
Mereka adalah keturunan waliyullah Syekh bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Disamping itu ada juga keturunan Barakat lain dari Waliyullah Barakat bin Ahmad asy-Syatiri.
Pemberian gelar ini, dikarenakan datuk mereka mengharapkan berkah dan kebaikan dari Allah , maka banyak anak cucu beliau yang menjadi auliya'. Waliyullah Syech bin Ali Barakat wafat di Tarim tahun 813H.

Al-Barum (الباروم)
Barum adalah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Hasan bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Dinamakan dengan 'Barum' karena beliau diberi isyarat untuk pergi ke dusun Barum dan menetap serta menjadi sesepuh di sana disebabkan keberkahan ilmu dan kemuliaan beliau. Dusun Barum berjarak kira-kira 20 km dari kota Mukalla Hadramaut. Waliyullah Hasan Barum dikarunia empat orang anak laki bernama: Abdurahman, Umar, Ali dan Ahmad. Waliyullah Hasan Barum wafat di kota Tarim tahun 927 H.

Al-Bashri (البصرى)
Beliau adalah waliyullah Ismail (Basri) bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Bashri adalah anak kedua dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Anak pertama bernama Alwi, beliau kakek dari keluarga Ba'alawi, dan anak yang ketiga bernama Jadid.
Dinamakan Bashri diambil dari nama kota yaitu Bashrah, yang kemudian beliau hijrah bersama keluarga dan kakeknya al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ke negeri Hadramaut. Gelar ini menjadi gelar beberapa keluarga Alawiyin yang datuknya bernama Bashri dan disebut mereka itu dengan al-Bin Bashri. Keturunan Bashri terputus pada awal abad ke-6 H.

Al-Babathinah (البباطنة)
Yang pertama kali bergelar 'Babathinah' ialah waliyullah Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Amu al-Faqih. Beliau adalah pendiri masjid Babathinah di Tarim dan mempunyai sebuah perkebunan yang subur dan dinamakan Babathinah.
Waliyullah Abdurahman bin Ahmad Babathinah dikarunia 4 orang anak, yaitu: Ahmad Chadijah, Umar Ahmar al-Uyun, Ali ash-Shonhazi dan Muhammad Maghfun.

Al-Bayti (البيتى)
Gelar al-Bayti dinisbatkan ke Baiti Maslamah sebuah desa yang berjarak 10 km. dari kota Tarim. Gelar tersebut disandang oleh: Waliyullah Ali bin Alwi bin Ali bin Abu Bakar al-Fachir. Beliau dilahirkan di Bait al-Maslamah. Dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Muhammad, yang menurunkan keturunannya. Waliyullah Ali al-Bayti wafat di Bait al-Maslamah pada tahun 915 H.
Waliyullah Abu Bakar bin Ibrahim bin al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama: Ibrahim, Ahmad dan Ismail. Waliyullah Abu Bakar al-Bayti wafat tahun 905 H di kota Tarim.

Al-Biedh (البيض)
Keluarga al-Biedh dinisbatkan kepada datuk mereka waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau dijuluki gelar ini karena beliau seorang yang menekuni puasa hari-hari putih, yaitu puasa pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas pada setiap bulan Qamariyah. Puasa tersebut beliau lakukan sebagai ittiba' terhadap Rasulullah saw.
Waliyullah Ahmad bin Abdurhamnan al-Biedh dikarunia dua orang anak laki, bernama: Abdurahman dan Makhrus. Waliyullah Ahmad bin Abdurahman al-Biedh wafat di Syihir pada tahun 945 hijriyah.

Al-Babarik (الببارك)
Beliau adalah waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Waliyullah Umar Babarik dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali dan Umar. Sedangkan yang melanjutkan keturunan beliau adalah Umar di Surat, India. Waliyullah Ahmad Babarik wafat di kota Tarim.

At-Turobi (الترابى)
Beliau adalah waliyullah Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Diberi gelar at-Turobi , dikarenakan beliau seorang yang sangat tawadhu' dan mengumpamakan dirinya dengan tanah. Waliyullah Hasan at-Turobi bin Ali mempunyai seorang anak bernama Muhammad Asadullah.

Al-Bajahdab (الباجهداب)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Digelari dengan 'Bajahdab', karena beliau tinggal di desa Jahadabah , Yaman. Waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman dikaruniai 2 orang anak laki: Abud dan Muhammad al-Mualim. Muhammad al-Mualim mempunyai anak bernama Alwi. Salah satu keturunannya ada yang menjadi pemimpin keluarga Alawiyin (Naqib al-Alawi) yaitu Waliyullah Ahmad bin Alwi Bajahdab. Beliau wafat di Tarim tahun 973 H.

Jadid (جديد)
Yang pertama kali diberi gelar "Jadid” ialah waliyullah Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Beliau adalah anak ketiga dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Dinamakan " Jadid ” karena keluarganya yang dipimpin oleh al-Muhajir Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke tempat yang baru bernama Hadramaut. Keturunan Jadid terputus pada awal abad keenam Hijriyah.

Al-Djufri (الجفرى)
Yang pertama kali dijuluki "al-Djufri " ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu 'Jafar', suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing). Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri.
Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Khawas dan Umar.
Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, ash-Shafi dan al-Bahar. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim pada tahun 860 H.

Djamalullail (جمال الليل)
Djamalullail adalah gelar untuk waliyullah al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua'alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan at-Turabi.
Gelar yang disandang karena mereka selalu mengisi malam-malam harinya dengan ibadah, baik shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya serta membaca al-Qur'an, shalawat , doa serta dzikir lainnya yang dilakukan selama hidupnya. Karena itu beliau digelari dengan Djamalullail.
Waliyullah Muhammad Djamalullail dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki: Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan al-Djamalullail yang berada di Hadramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa. Ali bin Muhammad Djamalullail, menurunkan keturunan leluhur al-Qadri, al-Asiry, al-Baharun dan al-Junaid. Waliyullah Muhammad Djamalullail wafat di kota Tarim pada tahun 845 H.

Bin Jindan (بن جندان)
Mereka adalah dari keluarga asy-Syaikh Abu Bakar bin Salim, yang dinisbatkan kepada keturunan waliyullah Ali bin Muhammad bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Jindan adalah gelar untuk kakek mereka, dan mereka masing-masing menamakan dengan Bin Jindan yaitu anak cucu dari Syaikh Abi Bakar bin Salim. Waliyullah Ali bin Muhammad bin Husien bin Syaikh Abi Bakar wafat di Inat sekitar tahun 1200 H.

Al-Jannah (الجنة)
Yang pertama kali dijuluki 'al-Jannah' ialah waliyullah Muhammad bin Hasan bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang terkenal dengan ilmu, kemuliaan, dan ibadahnya. Menurut shohib al-Masyra' dinamakan al-Jannah karena beliau banyak berdoa dan sangat merindukan surga. Dan Allah mengabulkan doa dan kerinduannya tersebut.

Al-Djunaid (الجنيد)
Al-Junaid ialah gelar yang dinisbatkan kepada keturunan waliyullah Abu Bakar bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan al-mu'alim Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi. Dinamakan Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sayid ath-Thaifah ash-Shufiyah yang terkenal.
Waliyullah Abu Bakar al-Junaid dilahirkan di kota Tarim tahun 1053 H. Dikaruniai 5 orang anak dan hanya 1 anak yang meneruskan keturunannya yaitu Ali bin Abu Bakar al-Junaid. Keturunannya ada di kota Tarim dan Singapore. Waliyullah Abu Bakar al-Junaid wafat di kota Tarim.

Al-Djunaid al-Akhdor (الجنيد الأحضار)
Mereka adalah keturunan waliyullah al-Djunaid al-Achdor bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alwi asy-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena kakek beliau memberi nama Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sufiyah yang terkenal.
Waliyullah Djunaid Achdor dilahirkan di Qasam , dikarunia 5 orang anak lelaki, 3 di antaranya meneruskan keturunannya yaitu: Syaich, Ahmad dan Muthahhar. Waliyullah Djunaid Achdor wafat di gasam pada tahun 1032 H.

Al-Jailani (الجيلانى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Ahmad bin Alwi aسغ-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi. Diberi gelar 'Jailani' , sebagai tabarukkan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Jailani adalah suatu tempat yang berada di negeri Parsi.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad mempunyai anak bernama Syech, Hadar, Ahmad dan Abdurahman (kakek dari keluarga al-Junaid al-Akhdor).

Al-Hamid
Mereka keturunan dari waliyullah al-Hamid bin asy-Syaikh Abi Bakar bin Salim. Gelar al-Hamid disandang karena ayahnya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah swt. dengan selalu memuji-Nya.
Waliyullah Hamid al-Hamid dilahirkan di kota Inat, beliau dikaruniai 8 orang anak lelaki dan yang meneruskan keturunan hanya 5 orang, yaitu: Muthahhar, keturunannya adalah al-Aqil Muthahhar, Umar, keturunannya adalah as-Salim bin Umar (sebagian besar di Indonesia), Abdullah, Abu Bakar dan Alwi. Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu Bakar wafat di Inat tahun 1030 H.

Al-Habsyi (الحبشى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang dikarenakan beliau sering bepergian ke kota Habasyah di Afrika dan beliau pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk dakwah Islam. Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 di antaranya menurunkan keturunannya, yaitu:
1. Ali , keturunannya berada di kota Madinah.
2. Muhammad al-Ashgor, mempunyai 4 orang anak: Umar (keturunannya terputus di Tarim), Ali (keturunannya sedikit di Makkah), Abdurrahman, keturunannya berada di Palembang, Jambi , Siak dan Aceh, Ahmad Shahib Syi'ib, mempunyai 9 orang anak:
1. Al-Hasan, keturunannya disebut al-Habsyi ar-Rausyan.
2. Hadi, mempunyai dua orang anak bernama: Idrus, meneruskan keturunan al-Habsyi as-Syabsyabah (di antara keturunannya adalah waliyullah al-Habib Nuh bin Muhammad bin Ahmad al-Habsyi di Singapura) dan Abdurahman, adalah datuk waliyullah al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang (silsilah beliau lihat di Biografi Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi).
3. Alwi, keturunannya disebut al-Ahmad bin Zain adalah datuk waliyullah al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Ampel Qubbah Surabaya)
4. Husein, mempunyai dua orang anak yaitu: Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya dan Malaka), Muhammad (salah satu keturunannya adalah waliyullah al-Habib Alwi bin Ali bin Muhammad al-Habsyi, Masjid Ar-Riyadh, Solo), Idrus (keturunannya di Yafi' dan India), Hasyim, Syaich (keturunannya di Lihij dan Dasinah), Muhammad dan Umar. Waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 857 H.

Al-Haddad (الحداد)
Yang pertama kali dijuluki al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih.
Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar adalah seorang waliyullah yang menyembunyikan kewaliannya. Beliau digelari dengan al-Haddad karena sering bergaul dengan seorang pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi. Selain beliau ada pula seseorang yang bernama Ahmad dari golongan Alawiyin yang terkenal dan mempunyai banyak pengikut dan menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (pandai besi). Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar menjawab sebutan tersebut dengan memperlihatkan karomahnya, sehingga orang-orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang mempunyai derajat tinggi dan hati mereka tertempa dengan kejadian tersebut. Maka mereka menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (penempa kalbu).
Waliyullah Ahmad al-Haddad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Alwi. Keturunan yang ke-31 dari Rasulullah saw. ialah waliyullah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad (Sohib Ratib al-Haddad). Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad bersaudara dengan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad. Keduanya tidak pernah datang ke Indonesia. Keturunan al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad banyak berada di Jawa Timur, sedangkan keturunan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad sebagian besar berada di Pasar Minggu (termasuk al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad).
Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar wafat di kota Tarim tahun 870 H.

Al-Bahasan/Banahsan ( الباحسن/ بانحسن)
Gelar Bahasan disandang oleh:
1) Keluarga Bahasan (Banahsan) as-Sakran , yaitu: Hasan bin Ali bin Abi Bakar as-Sakran (Kerajaan Siak yang dikenal dengan keluarga Bin Shahab) 2) Keluarga Bahasan Faqis, yaitu: Hasan bin Abdullah bin Abdurahman as-Saqqaf. 3) Keluarga Bahasan ath-Thowil, yaitu: Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi ('Ammu al-Faqih) 4) Keluarga Bahasan Jamalullail, yaitu: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad.

Bahusein (باحسين)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Husein bin al-Imam Abdurahman Assegaf dan Ali bin Husein bin Ali bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah.
Waliyullah Husein bin al-Imam Abdurahman as-Saqqaf dilahirkan di Tarim, dikaruniai 6 orang anak lelaki, dan yang meneruskan keturunannya tiga orang: Abdurahman, menurunkan keturunan leluhur al-Bahsein dan al-Musawa, Ahmad, yang menurunkan keturunan leluhur Ahmad bin Husein al-Karbiy dan Ali Makki, menurunkan keturunan leluhur Muhammad az-Zaitun, al-Bahusein. Waliyullah Husein al-Bahsein wafat di Tarim tahun 896 H.

Al-Hiyyed (الحيد)
Mereka adalah keturunan dari waliyullah Abu Bakar bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena datuk mereka bertempat tinggal di suatu tempat yang bernama Hiyyed di lereng gunung di Inat.
Waliyullah Abdullah bin Abu Bakar lahir di Inat, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abu Bakar yang menurunkan keturunan al-Hiyyed di Indonesia. Beliau wafat di kota Inat tahun 1169 H.

Al-Khirrid (الخريد)
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Muhammad Hamidan bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Dinamakan al-Khirrid karena beliau sering beribadah di Gua Khirrid di pegunungan Aqrun di Tarim. Ibadah yang dilakukannya antara lain bertafakur dengan akal dan hati serta ibadah jasad seperti yang dilakukan Rasul di gua Hira. Waliyullah Alwi al-Khirrid wafat di Tarim tahun 808 H.

Al-Khaneman (الخينما)
Mereka adalah keturunan yang dinisbahkan kepada waliyullah Ahmad bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar al-Khaneman berasal dari kata Khanam, sebagian penduduk Hadramaut menisbatkan kata tersebut kepada jenis buah kurma yaitu kurma chanam. Akan tetapi tidak diketahui apakah hal tersebut berhubungan dengan gelar di atas.
Waliyullah Ahmad bin Umar Khaneman dikarunia 2 orang anak laki bernama: Umar dan Abdullah. Waliyullah Ahmad bin Umar Khaneman wafat di kota Tarim tahun 893 H.

Aal-Khamur (الخمور)
Al-Khamur ialah gelar yang dinisbatkan kepada keturunan waliyullah Saleh bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Gelar tersebut disandang karena datuk mereka bermukim di Khamur, suatu tempat yang terkenal di sebelah Barat Syibam.

Maula Khailah (مولى خيلة)
Yang pertama kali diberi gelar Maula ،hailah ialah waliyullah Abdurahman bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah.
Gelar tersebut disandang karena beliau bermukim di daerah pegunungan Khailah yang terkenal di sebelah Barat kota Tarim. Khailah berasal dari kata Khala yang berarti memelihara. Untuk selanjutnya kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang memelihara ibadahnya.
Waliyullah Abdurahman Maula Khailah wafat di Tarim tahun 914 H.

Al-Khuun (الخون)
Yang pertama kali dijuluki al-Khuun ialah waliyullah Alwi bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi.
Beliau diberi gelar al-Khuun, dikarenakan beliau tinggal di desa al-Khuun yang terletak sebelah Timur Hadramaut. Keturunan waliyullah Alwi bin Abdurahman terputus pada abad ke-12 H.

Mauladdawilah (مولى الدويلة)
Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar Mauladdawilah karena beliau bermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as. di bagian Timur Hadramaut. Waliyullah Muhammad Mauladdawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itu disebut ad-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Mauladdawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman as-Saqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desa yang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabhar baru. Selanjutnya nama Mauladdawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Mauladdawilah selain Syaikh Abdurahman as-Saqqaf yang mempunyai gelar khusus.
Waliyullah Ahmad Mauladdawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki yaitu: Abdurahman as-Saqqaf, Ali, Abdullah dan Alwi. Waliyullah Muhammad Mauladdawilah wafat di Tarim tahun 765 H.

Adz-Dzi'bu (الذئب)
Yang pertama kali dijuluki adz-Dzi'bu ialah waliyullah Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Gelar yang disandang dikarenakan beliau berkelahi dengan seekor srigala yang menyerang sekumpulan kambing mereka dan beliau berhasil menangkap Srigala itu. Karena itulah beliau disebut adz-Dzi'bu.

Baraqbah (بارقبة)
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai pundak yang kuat, yang dalam bahasa Arab disebut Raqbah atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut 'Baraqbah'.
Waliyullah Umar Baraqbah dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdurahman. Beliau wafat tahun 895 H.

Ar-Rukhailah (الرخيلة)
Yang pertama kali dijuluki ar-Rukhailah ialah waliyullah Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau seorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing yang dalam bahasa Arabnya ar-Rakhilah. Kambing kesayangannya itu dipotong ketika ia menjamu makan tamunya. Tatkala beliau mengetahui bahwa hidangan itu habis tidak tersisa untuk keluarganya, beliau memohon kepada Allah swt. agar kambing itu dihidupkan kembali sebagai rizki untuknya. Allah mengabulkan doanya dengan dihidupkan kembali kambingnya.
Waliyullah Muhammad ar-Rakhilah dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali, Husin, Alwi , Salim. Yang meneruskan keturunannya bernama Salim yang biasa dikenal dengan ar-Rukhailah Ba'Umar melalui anaknya yang bernama Umar. Umar mempunyai 2 anak yaitu Muhammad Ba'Umar (keturunannya di Indonesia) dan Ali Ba'Umar (keturunannya di Zailah Afrika). Waliyullah Muhammad ar-Rukhailah wafat di kota Tarim.

Az-Zahir (الزاهر)
Mereka adalah keturunan waliyullah az-Zahir bin Husin bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor bin Abdurahman bin Syahabuddin al-Akbar. Dan gelar az-Zahir dinisbatkan juga kepada keturunan waliyullah Abdullah bin Muhammad al-Masyhur bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor. Kedua keluarga tersebut bertemu pada al-Habib Muhammad bin Ahmad Syahabuddin al-Ashghor. Gelar yang disandang karena cahaya wajah beliau yang indah berseri, indah dan jernih apalagi ketika beliau sedang berada di majlis memberikan pelajaran/nasehat. Waliyullah Muhammad bin Ahmad az-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu di antaranya bernama Abdullah yang menurunkan keturunan az-Zahir yang berada di Indonesia. Waliyullah Muhammad bin Ahmad az-Zahir wafat di Tarim tahun 1203H.

Basakutah (باسكوتة)
Mereka adalah keturunan waliyullah Hasan bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Diberi gelar Hasan Sakutah atau dengan Basakutah, dikarenakan beliau seorang laki-laki yang banyak diam dan sedikit berbicara, dan jika berbicara hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.

As-Saqqaf / Assegaf (السقاف)
Yang pertama kali digelari as-Saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam ats-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid'ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau 'as-Saqqaf', karena beliau menutup hal keadaannya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah. Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang meneruskan keturunannya yaitu: Abu Bakar as-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husein dan Ibrahim. Waliyullah Abdurahman as-Saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H.

As-Sakran (السكران)
Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Mauladdawilah. Digelari dengan as-Sakran, karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt.
Waliyullah Abu Bakar as-Sakran dikarunia 5 orang anak lelaki, yaitu: Muhammad al-Akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar. Waliyullah Abu bakar as-Sakran wafat di Tarim tahun 821 H.

Bin Sumaith (بن سميط)
Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al- Faqih.
Gelar yang disandang karena di masa kecilnya ia dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka semenjak itu anak tersebut dijuluki Semith.
Waliyullah Muhammad bin Semith lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia (Kalimantan, Manado, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan). Waliyullah Muhammad bin Semith wafat di Tarim tahun 950 H.

Bin Sumaithan (بن سميطا)
Yang pertama kali dijuluki al-Bin Semithan ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang lelaki yang giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang yang giat bekerja.

As-Sirry (السرى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ali bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau diberi gelar dengan as-Sirry sebagi tabarruk kepada seorang waliyullah yang termasyhur yaitu asy-Syaikh as-Sirri as-Saqthi.
Waliyullah Ali as-Sirri lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: Ahmad, Aqil dan Umar. Waliyullah Ali as-Sirri wafat di kota Tarim tahun 1053 H.

Bin Sahal (بن سهل)
Mereka bernasab kepada waliyullah Sahal bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Jamalullail bin Hasan bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi.
Beliau dinamakan Sahal karena bertabarruk kepada as-Sayid Sahal at-Tastari. Waliyullah Sahal bin Ahmad lahir di kota Tarim dan wafat pada tahun 973 H, dikaruniai 3 anak lelaki, 2 di antaranya meneruskan keturunan belia yaitu Alwi dan Ahmad.

Asy-Syathiri (الشاطرى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya al-Habib Abu Bakar al-Habsyi. Membagi dua dalam bahasa Arabnya adalah Syathara.
Waliyullah Alwi asy-Syathiri lahir di Tarim dan wafat pada tahun 843 H, dikarunia 5 orang anak lelaki, dan 2 di antaranya yang meneruskan keturunan, yaitu: Muhammad dan Umar.

Syabsyabah (شبشبة)
Mereka adalah keturunan waliyullah Idrus bin al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib bin Muhammad al-Ashghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
Syabsyabah adalah nama dari satu jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang). Al-Habib Idrus bin al-Hadi dinamakan Syabsyabah karena beliau mempunyai pohon kurma tersebut sebagai hasil kerja keras orang tua mereka.

Asy-Syilli (الشل)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi asy-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi. Datuk mereka digelari dengan 'Syilli' sebagai فعل الأمر dengan makna 'bawalah atau ambillah'. Tidak didapat keterangan yang jelas mengenai pemberian gelar ini.
Waliyullah Abdullah bin Abi Bakar asy-Syilli dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Ahmad dan Aqil. Dari anaknya yang bernama Abu bakar dikarunia cicit yang bernama Muhammad bin Abi bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah asy-Syili, penulis kitab al-Masra' ar-Rawi yang berisi biografi tokoh ulama Alawiyin.

Basyumailah (باشميلة)
Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah.
Pada zamannya tersebar berita bahwa beliau telah mendapatkan karomah dari Allah swt. Beliau adalah seorang yang hidupnya selalu dalam kesulitan dan hidup sebagai seorang zahid. Dalam perjalanannya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau ketinggalan kapal yang akan dinaikinya, timbullah rasa sedih dan sesal pada dirinya karena khawatir tidak dapat menunaikan ibadah haji, sedangkan yang ada pada dirinya hanya sehelai selimut (syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar menghamparkan syamilahnya di tepi pantai lalu naik ke atasnya, maka meluncurlah selimut itu dengan cepat hingga mendahului kapal yang meninggalkannya. Kejadian tersebut disaksikan oleh banyak orang, maka sejak itu beliau dinamakan dengan Basyumailah.
Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Ahmad dan Abdullah. Beliau wafat di kota Tarim tahun 843 H.

Syahabuddin (شهاب الدين)
Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin asy-Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran bin Abdurahman Assegaf.
Syahabuddin adalah gelar yang dinisbahkan kepada para ulama yang agung dan terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan banyak mempunyai karya tulisan pada zamannya. Al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashghor adalah dua orang waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka.
Bagi setiap anak cucu al-Habib Syahabuddin al-Ashghor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti al-Masyhur dan az-Zahir. Adapun Aal-al-Hadi, mereka adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: 1. Muhammad al-Hadi, keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi. Cucunya bernama: Ali bin Idrus bin Muhammad al-Hadi yang keturunannya berada di Palembang, Jakarta dan Pekalongan, Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad al-Hadi, keturunannya berada di Malaysia dan Singapura, Umar, keturunannya asy-Syahab al-Mahjub (Palembang).
2. Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar, dikarunia 4 orang anak lelaki (Abu Bakar, keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang, Abdullah, keturunannya di Malabar, Muhammad al-Hadi bin Abdurahman al-Qadhi, keturunannya disebut al-Hadi.
3. Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi (Ahmad Syahabuddin al-Ashgor), keturunannya ialah aal-Bin Husein, aal-Bin Idrus, aal-Bin Zain. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim tahun 1036 H danwafat tahun 946 H, keturunannya ialah al-Masyhur dan az-Zahir.

Basyaiban (باشيبان)
Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Syaiban berasal dari kata asy-Syaibu yang artinya beruban. Beliau diberi gelar dengan asy-Syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih, hal tersebut menambah kebesaran dan kewibawaan beliau.
Waliyullah Abu Bakar Basyaiban lahir di kota Tarim dan wafat di Tarim tahun 807 H, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu di antaranya yaitu: Ahmad Basyaiban.

Bin Syaikh Abu Bakar bin Salim (ابن الشيخ أبى بكر بن سالم)
Yang pertama kali dijuluki asy-Syaich Abu Bakar Bin Salim ialah waliyullah Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf.
Gelar yang disandang karena beliau seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin. Beliau adalah seorang sufi yang bergelar wali quthub. Waliyullah Syaikh Abu Bakar bin Salim lahir di kota Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai 13 anak lelaki dan yang menurunkan keturunannya 9 orang anak, bernama: Husin, Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh, Ali, Syaikhon, Abdullah. Dari anak-anaknya tersebut di antaranya menurunkan keluarga al-Hamid, al-Muhdhar, al-Hiyyed, al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim, dan Bin Jindan. Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim wafat di kota Inat tahun 992 H.

Asy-Syaikhon dan Aal Bin Syaikhon ( الشيخان بن شيخان)
Keluarga asy-Syaikhon dan Bin Syaikhon disandang oleh beberapa waliyullah, di antaranya:
1. Aal-Bin Syaikhon: Syaikhon bin Muhammad bin Syaikhon bin Muhammad bin Syaikhon bin Husein bin Ahmad shohib Syi'ib bin Muhammad bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
2. Asy-Syaikhon: Bin Aqil bin Salim (Saudara Syaikh Abu Bakar bin Salim)
3. Asy-Syaikhon: Bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
4. Asy-Syaichon: Bin Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah dari keluarga Ba'bud.
5. Asy-Syaichon: Bin Ali bin Hasyim bin Syekh bin Muhammad bin Hasyim (dari keluarga Bahasan).

Shahib Al-Hamra' (صاحب الحمراء)
Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hamra ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman. Keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman adalah keluarga Balghaits.

Shahib Al-Hauthoh (صاحب الحوطة)
Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hauthoh ialah waliyullah Ali bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Hauthoh daerah yang terletak sebelah Barat kota Tarim, Hadramaut.

Shahib Asy-Syi'ib (صاحب الشعب)
Yang pertama kali dujuluki Shahib asy-Syi'ib ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Asghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau dimakamkan di Syi'ib. Di tempat itu pula dimakamkan kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Daerah tersebut terletak di antara kota Tarim dan Seiwun.

Shahib Qasam (صاحب قسم)
Yang pertama kali dijuluki Shahib Qasam ialah waliyullah Ahmad bin Alwi Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau pindah dari Tarim ke Qasam. Qasam merupakan kota yang didirikan oleh al-Imam Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Di kota tersebut beliau menanam pohon kurma untuk mengingatkannya terhadap kota Qasam di Bashrah yang merupakan milik kakeknya al-Muhajir Ahmad bin Isa.
Waliyullah Ahmad Qasam bin Alwi Syaibah dikarunia 5 orang anak laki, bernama: Alwi, Husin, Abu Bakar, Abdurahman, Abdullah dan Muhammad (menurunkan keluarga al-Junaid al-Akhdhor)

Shahib Marbath (صاحب مربط)
Yang pertama kali dijuluki Shahib Marbath ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Marbath Zhufar, sebelumnya beliau tinggal di Tarim yang dinamakan dengan Zhufar Lama.

Shahib Maryamah (صاحب مريمة)
Yang pertama kali dijuluki Shahib Maryamah ialah waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdurahman Assegaf. Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Maryamah suatu kota yang terletak dekat Seiwun.

Basurroh (باسرة)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad al-Mualim bin Hasan bin ath-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih.
Diberi gelar Basuroh karena beliau memiliki sebuah bungkusan (surrah) yang selalu dijaga dan dibawa ke mana saja beliau pergi, sehingga semua orang mengira bungkusan itu berisi barang-barang berharga. Akan tetapi setelah beliau wafat bungkusan tersebut dibuka dan ternyata isinya kitab-kitab agama yang selalu dibaca selama hidupnya. Waliyullah Abdurahman Basurroh lahir di kota Tarim dan wafat pada tahun 888 H, dikarunia seorang anak lelaki bernama Muhammad.

Ash-Shulaibiyah (الصليبية)
Mereka adalah salah satu keluarga dari Aal al-Aydrus. Datuk mereka ialah waliyullah Husein bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah al-Aydrus bin Abi Bakar as-Sakran bin Abdurahman Assegaf.
Gelar yang disandang beliau berhubungan dengan jalur ibunya. Asy-Syarifah Aisyah binti Abi Bakar bin Abdullah Basyamilah adalah yang pertama digelari dengan ash-Shulaibiyah. Selanjutnya gelar tersebut melekat kepada puterinya Alwiyah binti Abdullah bin Alwi Bajahdab dan kepada cucunya Fathimah istri dari al-Habib Husin, maka gelar ash-Shulaibiyah pun melekat kepada al-Habib Husin dan keturunannya. Ash-Shulaibiyah berasal dari kata ash-Sholaba yang mempunyai arti teguh. Asy-Syarifah Aisyah diberi gelar tersebut karena mempunyai pendirian yang teguh terutama dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Waliyullah Ahmad ash-Shalabiyah lahir di kota Tarim dan wafat pada tahun 1028 H, dikaruniai 7 orang anak lelaki yaitu: Abu Bakar dan Abdullah (keturunannya berada di India), Ali, Muhammad, Abdurahman, Husein dan Syaikh (keturunannya sebagian besar berada di Indonesia).

Ash-Shafi al-Jufri (الصافى الجفرى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Syaikhan bin Alwi bin Abdullah at-Tarisi bin Alwi al-Khowas bin Abu Bakar al-Jufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad asy-Syahid bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar ash-Shofi karena pada diri beliau melekat sifat-sifat yang suci (Shafail-Qalbu) dan juga ayahnya memberi nama sesuai dengan nama leluhurnya ash-Shafi.
Waliyullah Syaikhan as-Shafi lahir di kota Makkah dan wafat pada tahun 1089 H, dikaruniai 3 orang anak lelaki yaitu Maqbul, Umar, Abdullah. Dua di antaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Umar dan Abdullah.

Ash-Shafi As-Saqqaf (الصافى السقاف)
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar ash-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman as-Saqqaf. Pemberian gelar ash-Shofi karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran, kebersihan perasaan, kelembutan tabiat. Waliyullah Umar ash-Shafi wafat di kota Tarim

Aal-Thaha (ال طه)
Mereka adalah keturunan Thaha bin Umar ash-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman as-Saqqaf dan juga keturunan cucunya al-Habib Thaha bin Umar bin Thaha bin Umar ash-Shafi. Thaha adalah salah satu nama Rasulullah saw. Mereka menamakan dengan Thaha karena bertabarruk kepada Rasullah saw.

Ath-Thahir (الطاهر)
Mereka adalah keturunan waliyullah Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Waliyullah Thahir bin Muhammad lahir di kota Tarim dan wafat pada tahun 1163 H, dikaruniai 5 orang anak lelaki dan hanya seorang saja yang meneruskan keturunannya bernama Husein.

Al-Adani (العدنى)
Yang pertama kali digelari al-Adani ialah waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus bin Abu Bakar as-Sakran. Gelar yang disandang karena beliau meninggalkan tempat kelahirannya, kota Tarim berhijrah ke kota Aden di Yaman Selatan dan sampai akhirnya beliau bermukim di kota Aden tersebut. Waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Adullah al-Aydrus begitu pertama kali memasuki kota Aden, maka turun hujan susu di kota Aden tersebut.
Waliyullah Abu bakar al-Adani dilahirkan di kota Tarim dan wafat tahun 914 H di kota Aden, dikarunia seorang anak bernama Ahmad. Ahmad dan kedua anaknya Aqil dan Muhammad tidak mempunyai keturunan.

Azhamat Khan (عظمات خان)
Mereka adalah keturunan dari Abdul Malik bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Di India mereka dikenal dengan gelar Azhamat yang dalam bahasa Urdu adalah suatu gelar yang menunjukkan atas kemuliaan dan kehormatan. Sedangkan Khan artinya keluarga. Jadi Azhamat Khan adalah keluarga yang mulia dan terhormat. Dari India, sebagian mereka berhijrah ke Siam, Kamboja dan Indonesia. Di antara mereka adalah para ulama yang dikenal dengan Wali Songo.

Al-'Aqil (العقيل)
Al-Aqil adalah gelar yang diberikan untuk anak cucu waliyullah:
1. Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman as-Saqqaf, dikarunia 5 orang anak lelaki: Salim, Syaikhon, Muhammad, Zein (keturunannya al-Agil bin Salim di Lisik), Abdurahman yang dikenal dengan al-Atthas bin Aqil bin Salim.
2. Aqil bin Muthohhar bin al-Hamid bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
3. Aqil bin Abdullah bin Umar bin Yahya.

Ba'aqil (باعقيل)
Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin al-Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Aqil bin Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim dan wafat tahun 871 H, dikarunia seorang anak lelaki yang bernama Abdurrahman.
Abdurrahman bin Aqil dikarunia 3 orang anak lelaki: Hasan, Muhammad al-Mualim Ba'aqil dan 'Umar, menurunkan keturunan al-Ba'aqil (Abdullah & Abdurahman). Hasan dan Muhammad al-Hadi menurunkan keturunan 'al-Ba'aqil Assegaf.

Ba'alawi (باعلوى)
Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap orang yang bernasab kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq sampai kepada akhir nasab yang mulia, maka disebut Ba'alawi. Ada beberapa qabilah yang tidak bergelar dengan gelar tertentu, mareka itu dikenal dengan gelar Ba'alawi seperti Aal-Ba'alawi yang bernasab kepada Abu Bakar al-Wara'.

Aal-Ali Lala (علي للا)
Beliau adalah al-Habib Ali Lala bin Ahmad al-Mualim bin Hasan ath-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar Lala dalam bahasa Urdu artinya hartawan. Jadi Ali Lala adalah Saudagar Ali.

Al-Atthas (العطاس)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf.
Menurut Habib Ali bin Hasan al-Atthas (shohib al-Masyhad) dalam kitabnya al-Qirthos fi Manaqib al-Habib Umar bin Abdurahman al-Atthas, mengatakan bahwa pemberian gelar al-Atthas dikarenakan keramatnya, yaitu bersin dalam perut ibunya seraya mengucapkan Alhamdulillah, yang mana perkataan tersebut didengar oleh ibunya. Menurut Habib Ali yang pertama kali bersin dalam perut ibunya yaitu Aqil bin Salim, saudara kandung Syaikh Abu Bakar bin Salim, selanjutnya gelar tersebut dipakai oleh anaknya yang bernama Abdurahman. Sedangkan anaknya yang bernama Muhammad dan Zein memakai gelar al-Aqil bin Salim.
Syaikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus al-Amudi berkata: 'Tidak ada al-Idrus kecuali Abdullah dan tidak ada al-Attas kecuali Umar'. Bersin bahasa Arabnya 'athasa dan orang yang bersin disebut al-Aththas.
Waliyullah Abdurahman bin Aqil bin Salim dilahirkan di kota Lisik. Beliau dikarunia 5 orang anak lelaki, tiga di antaranya melanjutkan keturunan beliau, yaitu;
1. Abdullah, keturunannya berada di Yafi' (Hadramaut)
2. Aqil, keturunannya al-Atthas al-Aqil (Khuraidhoh)
3. Umar (Sohib Ratib al-Atthas) keturunannya sebagian besar berada di Indonesia. Beliau dikarunia 9 orang anak lelaki, tetapi yang meneruskan keturunan beliau hanya 4 orang, yaitu: Husein, menurunkan keturunan al-Atthas yang disebut al-Muchsin, al-Hamzah al-Ahmad, ath-Thalib, al-Umar, al-Hasan, al-Ali, al-Abdullah. Salim, keturunannya berada di Khuraidhoh, Jubail, India, Pekalongan, Penang dan Katiwar. Abdullah, keturunannya berada di Amud, Inaq, Jadfaroh, Luhrum, Jawa dan di Bihan (Syihir). Abdurrahman, keturunannya di Khuraidhoh, Luhrum, Jawa dan India.
Waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim wafat di kota Huraidhoh.

Al-Aydrus (العيدروس)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abi Bakar as-Sakran bin Abdurrahman Assegaf. Menurut pengarang kitab al-Masra', dinamakan al-Aydrus karena gelar tersebut merupakan gelar pemimpin para wali dan nama yang agung untuk seorang sufi.
Dan ada pula yang mengatakan nama al-Aydrus berasal dari kata Utayrus yang dalam bahasa Indonesia berarti bersifat seperti Macan atau Singa. Tidak diragukan lagi bahwa Singa adalah raja hutan dan Aidrus adalah pemimpin para wali di zamannya. Di samping itu gelar tersebut adalah pemberian dari datuknya, karena pada masa kecilnya beliau selalu dipanggil oleh datuknya Waliyullah Abdurrahman Assegaf dengan julukan Utayrus.
Beliau dilahirkan di kota Tarim pada bulan Dzulhijjah tahun 811 H. Dikaruniai 5 orang anak lelaki: Abu Bakar, Muhammad, Alwi, Syekh dan Husin. Dari kelima anak lelaki hanya 3 yang meneruskan keturunan beliau yaitu:
1. Alwi, yang menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Ahmad al-Muhtaji. Keturunannya berada di Bor, di Syam, di Dhafar (Hadramaut) dan di Jawa. 2. Husein, menurunkan keturunan al-Aydrus, al-Umar bin Zain, al-Ismail, al-Hazem, ats-Tsiby, al-Ma'igab ( yang menurunkan Ahmad Syarim, Hasan bin Abdullah, Abbas bin Abdullah, Waliyullah Habib Husein bin Abu Bakar, Luar Batang)
3. Syaikh, menurunkan keturunan al-Aydrus, ash-Shalabiyah dan Ali Zainal Abidin.
Waliyullah Abdullah bin Abi Bakar as-Sakran wafat pada tanggal 12 Ramadhan 865 H di perjalanan antara Syihir dan Tarim (Hadramaut).

Al-Aidid (العيديد)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib al-Hauthah bin Muhammad bin Abdullah al-Faqih bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar al-Aidid diberikan karena beliau bermukim di suatu dusun yang tidak berpenduduk disebut "Wadi Aidid” yaitu dusun yang terletak di daerah pegunungan sebelah Barat Daya kota Tarim dan mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian. Desa Aidid menjadi semerbak dan terang berderang dengan sinar keberkahan dari al-Habib Muhammad.
Waliyullah Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim dan wafat pada tahun 862 H. Beliau dikaruniai 4 orang anak lelaki: Alwi, Abdullah, Abdurahman dan Ali. Dari 4 orang anaknya hanya 3 orang yang meneruskan keturunannya. Yang bernama Abdullah dan Abdurrahman dijuluki dengan gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur al-Bafaqih. Sedangkan anaknya yang bernama Ali tetap dijuluki Aidid yang kemudian menurunkan keturunan al-Aidid.

Ba'umar (باعمر)
Mereka adalah keturunan Ali bin Umar bin Salim bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Yang terkenal dengan Ba'Umar adalah datuk dari Ali bin Umar seorang wali yang mempunyai derajat tinggi di sisi Allah swt.

Al-Auhaj (الأوهج)
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi Auhaj bin Ali bin Abu Bakar al-Fachir bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi 'Amm al-Faqih. Beliau digelari dengan Auhaj karena bermukim di dusun yang disebut Auhaj Yaman. Waliyullah Alwi al-Auhaj dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak yaitu Ahmad , Ali dan Abdullah. Waliyullah Alwi al-Auhaj wafat pada tahun 887 H di Tarim (Hadramaut).

Al-Ba'bud (آل باعبود)
Perkataan Abud adalah sifat untuk orang yang banyak melakukan ibadah dan kadang dipakai sebagai gelar untuk orang yang bernama Abdullah seperti datuk al-Ba'abud dan salah seorang dari mereka yaitu Waliyullah Abdullah (Abud) bin Muhammad Maghfun bin Abdurahman Babathinah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Yang pertama kali menyandang gelar Ba'abud adalah anak dari Waliyullah Abdullah bin Muhammad Maghfun yaitu Muhammad Ba'abud Maghfun. Beliau digelari dengan 'Maghfun' karena suka beruzlah dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Waliyullah Muhammad Maghfun dilahirkan di kota Tarim, keturunan beliau berada di Bor Hadramaut, Madinah al-Munawwaroh, Mesir dan Indonesia. Waliyullah Muhammad Abud wafat di kota Tarim pada tahun 975 H.
Yang kedua adalah al-Ba'bud Dubjan, mereka adalah keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, disandang oleh Waliyullah Abdullah Abud bin Ali Dubjan bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi. Tentang sebutan Dubjan diartikan dengan dua pengertian yaitu: pertama, Dubjan diartikan sebuah dusun di Hadramaut, di mana ayah dari Waliyullah Abdullah Abud yaitu Ali bin Ahmad bermukim di dusun Dubjan tersebut. Kedua, Dubjan diartikan dengan keindahan atau keperkasaan. Mungkin keluarga Waliyullah Abdullah bin Ali tersebut adalah orang-orang yang gagah perkasa dan pemberani. Waliyullah Abdullah Abud dilahirkan di kota Qasam dan wafat pada tahun 816 H. Keturunan beliau berada di Ghaiydhah, di Difar, di India dan di Indonesia.
Yang ketiga adalah al-Ba'bud Charbasyan, keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang menyandang gelar ini adalah Waliyullah Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin al-Faqih. Tentang sebutan Charbasyan diartikan sebuah dusun di sekitar kota Makkah al-Mukarromah, di mana leluhur Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bermukim di dusun tersebut. Beliau dilahirkan di kota Makkah al-Mukarromah dan wafat di kota Tarim pada tahun 947 H. Keturunannya berada di Churuf az-Zaidan, di kota Tarim, di Oman dan di Indonesia.

Al-Ghazali (الغزالى)
Mereka adalah qabilah dari keluarga al-Baiti tang berbangsa kepada Abu Bakar bin Ibrahim bin Abdurahman as-Saqqaf. Dan yang pertama kali diberi gelar al-Ghazali ialah Ahmad bin Muhammad al-Masyhur bin Abdullah bin Salim bin Abdullah. Ayah beliau memberi gelar dengan gelar ini karena berharap agar puteranya menjadi seperti Imam al-Ghazali walaupun hanya untuk sebagian ilmu dan amalnya.

Al-Ghusnu (الغسن)
Mereka adalah keturunan Abu Bakar al-Ghusnu bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan bin Muhammad Asadullah bin Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar al-Ghusnu diberikan karena beliau seorang yang lembut dan rendah hati terhadap masyarakat sekitarnya dan selalu berbaik hati kepada keluarganya.

Al-Ghamri (الغمرى)
Mereka adalah qabilah dari keluarga Ba'abud al-Charbasyan. Dan yang pertama kali digelari dengan al-Ghamri ialah Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdurahman bin Abdullah bin Abud bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Pemberian gelar al-Ghamri karena saat beliau hijrah dari Hadramaut ke Madinah al-Munawaroh terlihat keramatnya yang sempurna. Orang Arab menyebutnya al-Ghumri yang berarti air yang banyak, dan orang menggelarinya dengan al-Ghamri karena beliau seorang yang dermawan dan lapang dada.

Balghaits (بالغيث)
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman Shahib al-Hamra'. Gelar yang disandang karena datuk beliau memberinya nama dengan al-Ghaits, sebagai tabarruk kepada seorang waliyullah yang terkenal Abul-Ghaits bin Jamil. Keturunannya berada di Timur Tengah dan Indonesia (sebagian besar ada di Kalimantan). Waliyullah Umar bin Ahmad al-Balghaits wafat di Lahij.

Al-Ghaidhi (الغيضى)
Beliau adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelari dengan al-Ghaidhi karena bertempat tinggal di suatu daerah al-Ghaidhoh di pantai Timur Hadramaut yang banyak ditumbuhi pepohonan.

Aal-Fad'aq (ال فدعق)
Fad'aq adalah sejenis Harimau. Leluhur Alawiyin yang mendapat gelar ini karena mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau saat berda'wah. Fad'aq mempunyai tiga keluarga yaitu;
1. Keturunan waliyullah Umar Fad'aq bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di jami Qasam, Hadramaut dan diberi 6 orang anak lelaki, 3 orang di antaranya menurunkan keturunannya yaitu Ali, menurunkan al-Fad'aq Abunumai, keturunanya hanya ada di Magad dan di Dhifar Hadramaut. Alwi, keturunannya hanya ada di India. Dan Ibrahim, keturunanya hanya berada di Qasam, di Dhifar di Magad dan Yaman Utara.Waliyullah Umar Fad'aq bin Abdullah Wathab wafat di Jami' Gasam pada tahun 910 Hijriyah.
2. Keturunan waliyullah Fad'aq bin Muhammad bin Abdullah bin Mubarak bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di Baydho' dan dikaruniai 5 anak, yang meneruskan keturunan beliau hanya 3 anak yaitu: Hasan, Aqil dan Abdullah yang keturunannya banyak di Indonesia. Beliau wafat di kota Baydho' tahun 1000 H.
3. Keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah yang dikenal dengan sebutan Baiti Fad'aq.

Bafaqih (بافقيه)
Al-Bafaqih disandang oleh dua orang yaitu: Abdurrahman bin Muhammad Maula Aidid dan Abdullah bin Muhammad Maula Aidid. Gelar Bafaqih berarti Ibnu Faqih. Beliau alim dalam ilmu fiqih sebagaimana kakeknya yang alim dan menguasai ilmu fiqih.
Waliyullah Abdurrahman Bafaqih dilahirkan di kota Tarim dan dikaruniai 5 orang anak, 3 di antaranya meneruskan keturunannya yaitu: Ahmad, Zain dan ath-Thayib. Waliyullah Abdurrahman Bafaqih wafat pada tahun 884 H. Waliyullah Abdullah Bafaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 3 orang anak, 2 di antaranya meneruskan keturunannya yaitu: Husein dan Ahmad. Beliau wafat beberapa tahun sesudah saudaranya Abdurrahman Bafaqih wafat.

Bilfaqih (بالفقيه)
Bilfaqih ialah gelar yang dinisbatkan kepada waliyullah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Asqo' bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar Bilfaqih didapat karena beliau dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan mengikuti jejak ayahnya. Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai enam orang anak laki yaitu: Ali, Alwi, Muhammad, Abubakar, Husin, Ahmad. Dari 6 orang anak lelaki yang melanjutkan keturunan beliau hanya 2 orang anak yaitu Husein dan Ahmad. Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih wafat di kota Tarim tahun 966 H.

Al-Faqih Al-Muqaddam (الفقيه المقدم)
Yang pertama kali di juluki al-Faqih al-Muqaddam ialah waliyullah al-Ustadz al-A'dzom Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Gelar yang disandang karena beliau seorang faqih yang menguasai ilmu fiqih dan karena beliau pula negeri Hadramaut menjadi negeri yang aman. Di samping itu, waliyullah Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam seorang yang berjalan pada thariqah kefaqiran. Julukan al-Muqaddam yang diberikan kepadanya, karena beliau seorang yang terkemuka/panutan. Makam beliau adalah tempat pertama dikunjungi oleh para peziarah di perkuburan Zanbal Tarim.

Bafaraj (بافرج)
Bafaraj ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Faraj bin Ahmad al-Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Gelar Bafaraj didapat karena ayah beliau menamakan Faraj (berarti senang atau berkah) dengan tujuan agar anaknya menjadi orang yang saleh penuh dengan kesenangan dan keberkahan dari Allah swt.
Waliyullah Faraj bin Ahmad dilahirkan di kota Tarim dan wafat pada tahun 876 H, dikaruniai 4 orang anak lelaki bernama: Abu bakar, Umar Abdullah dan Alwi.

Abu Futhaim (ابو فطيم)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abu bakar bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Syaikh Abi Bakar bin Salim. Gelar ini disandang karena beliau mempunyai anak perempuan yang bernama Fathimah yang berasal dari kata Fathama , maka orang-orang menjuluki Abu-Futhaim. Waliyullah Muhammad Abu Futhaim dilahirkan di kota Tarim dan wafat di kota San'a Yaman Utara, dikaruniai 5 orang anak, 4 di antaranya meneruskan keturunannya yaitu: Abdurrahman, Husein, Umar dan Alwi.

Al-Fardy (الفردي)
Yang pertama kali di juluki al-Fardy ialah waliyullah Abdullah bin Alwi bin Ali bin Abi Bakar al-Fachir bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang karena beliau terkenal sebagai ahli ilmu Faraid di zamannya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Masyra'.

Al-Qadri
Yang pertama dijuluki al-Qadri ialah waliyullah Aqil bin Abdullah bin Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Jamallullail. Al-Qadri adalah suatu kata yang berasal dari kalimat qadarullah yaitu takdir Allah swt. Adapun sebab diberi gelar al-Qadri karena beliau selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah swt. yang terlihat dari perkataan dan perbuatannya.
Pendiri kota Pontianak Abdurahman bin Husein al-Qadri adalah keturunan dari Salim bin Abdullah saudara Aqil bin Abdullah. Waliyullah Aqil bin Abdullah al-Qadri wafat di kota Tarim.

Al-Quthban (القطبان)
Mereka bersambung nasabnya kepada waliyullah Quthban bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar as-Sakran bin Abdurahman Assegaf. Dinamakan Quthban karena beliau adalah seorang yang gagah berani dalam mengalahkan musuh-musuhnya.

Al-Qori' (القارئ)
Yang pertama kali dijuluki al-Qari ialah waliyullah Abdurahman bin Ibrahim bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf. Gelar yang disandangkan karena beliau adalah seorang qari' yang terkenal.

Al-Kaf (الكاف)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Jufri. Gelar yang disandang mempunyai dua versi:
1. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dapat mengalahkan seseorang yang mengaku dirinya jagoan yang mempunyai kekuatan luar biasa. Kekuatan yang luar biasa itu dalam bahasa Hadramaut disebut "Kaf".
2. Dalam suatu perkara di pengadilan, hakim meminta waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf menuliskan suatu kode. Kode yang ditulis itu adalah huruf Kaf maka sejak itu masyarakat memanggilnya dengan gelar al-Kaf
Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abu Bakar dan Muhammad. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf wafat di Tarim tahun 911 H.

Al-Muhdhar (المحضار)
Beliau ialah Umar bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman as-Saqqaf tidak mempunyai anak laki-laki, hanya mempunyi 4 orang anak perempuan. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman as-Saqqaf wafat di Tarim pada tahun 833 H ketika sujud pada shalat Dzuhur.

Aal Al-Muhdhar (آل المحضار)
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Syaich Abi Bakar bin Salim. Gelar yang disandangnya karena ayahnya menjulukinya Muhdhar agar ia mendapat berkah leluhurnya yaitu Waliyullah Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf.
Waliyullah Umar al-Muhdhar lahir di kota Inat, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Ali dan Abu Bakar, mereka menurunkan keturunanan al-Muhdhar. Keturunan al-Muhdhar lainnya adalah al-Mahadir. Waliyullah Umar al-Muhdhar wafat di Inat pada tahun 997 H.

Al-Mahjub (المحجوب)
Yang dijuluki al-Mahjub ialah:
1. Waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Hasan bin Syaich bin Hasan bin Syaikh bin Ali bin Syaikh bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah. Waliyullah Abdullah al-Mahjub lahir di Makho, Hadramaut, dikaruniai 3 orang anak lelaki. Dari anaknya yang bernama Ahmad menurunkan keturunan al-Mahjub yang berada di Hadramaut.
2. Waliyullah Ali ash-Sholeh al-Mahjub bin Abu Bakar bin Sholeh bin Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad bin Syaich bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Beliau lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan al-Mahjub di Indonesia (sebagian besar ada di Banjarmasin). Beliau wafat di Tarim pada tahun 1151 H.
Gelar yang disandang karena beliau selalu beruzlah, mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk mengatasi kerusakan zaman.

Al-Maknun (المكنون)
Yang pertama kali dijuluki al-Maknun ialah waliyullah Ahmad maknun bin Umar bin Ahmad Shahib Maryamah bin Alwi bin Abdurahman Assegaf. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di Maknun nama sebuah tempat yang dikenal di Hadramaut.

Al-Masyhur (المشهور)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad al-Masyhur al-Majdzub bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor bin Abdurahman al-Qadhi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Al-Habib Muhammad menyandang dua gelar yaitu al-Masyhur dan al-Majdzub. Gelar yang disandang karena beliau seorang wali yang terkenal ke penjuru negeri, di mana kewalian tersebut diperoleh dari Allah swt. dengan jadzab (kewaliannya tanpa didahului oleh amalan).
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki:
1. Abdurahman, keturunannya berada di Malibar.
2. Alwi, leluhur al-Masyhur yang keturunannya ada di Ahwar, Tarim dan di Indonesia (kota Surabaya)
3. Abdullah, dikaruniai 4 orang anak lelaki, 2 di antaranya mempunyai keturunan, masing-masing yaitu Umar, leluhur al-Masyhur yang ada di Tarim. Salah satu anak cucunya ialah al-Allamah al-Habib Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur pengarang kitab Syamsu Adz-Dzahirah kitab tentang nasab Alawiyin yang menjadi pedoman Ar-Rabitah al-Alawiyah di Indonesia. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Masyhur keturunannya berada di Hadramaut, Malaysia dan Indonesia.
Dan yang kedua ialah Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Muhammad az-Zahir. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur wafat di Tarim tahun 1130 H.

Al-Marzaq (المرزاق)
Mereka adalah keturunan waliyullah Syaikh bin Ahmad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Waliyullah Syaikh bin Ahmad al-Marzaq dilahirkan di Syibam, beliau ialah leluhur:
1. Al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Syaikh (Syaikh bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaikh Marzaq)
2. Al-Masyhur al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Muhammad (Muhammad bin Alwi bin Marzaq bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaikh Marzaq)
Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq wafat di Kota Syibam tahun 940 H.

Al-Maqaddy (المقدى)
Yang pertama kali dijuluki al-Maqaddy ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Ahmad Syuroim bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di suatu tempat terkenal yang terletak dekat kota al-Hami as-Sahiliyah di Hadramaut.

Al-Muqaibil (المقيبل)
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah. Gelar al-Muqaibil adalah suatu gelar yang terpuji, karena meliputi sifat tawadhu'. Gelar ini diberikan karena apabila beliau menerima penghormatan dari seseorang, selalu membalasnya dengan senang hati dan menghadapkan wajahnya.
Waliyullah Ahmad al-Muqaibil lahir di Tarim, dikaruniai 5 orang anak, 2 di antaranya yang menurunkan keturunannya yaitu Zain dan Abdurahman.

Al-Musyayyakh (المشياخ)
Mereka adalah keturunan waliyullah Musyaiyyah bin Abdullah bin al-Syaich Ali bin Abi Bakar as-sakran. Waliyullah al-Musyayyakh lahir di kota Tarim dan wafat pada tahun 915 H, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abdullah yang keturunannya berada di India dan Abdurahman yang keturunannya berada di Indonesia. Waliyullah al-Musyayyakh.

Al-Musawa (المساوى)
Pemberian gelar al-Musawa merupakan tabarukkan kepada seorang guru besar yang tinggal di Yaman bernama al-Musawa. Dan yang dijuluki al-Musawa ialah:
1. Waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar as-Sakran. Beliau lahir di Tarim dikaruniai 3 orang anak lelaki, 2 di antaranya Yasin dan Husein yang keturunannya sebagian besar di Indonesia. Beliau wafat di Tarim tahun 992 H.
2. Waliyullah Ahmad al-Musawa Bahsin bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Husein bin Syaikh Abdurahman Assegaf. Beliau dilahirkan di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki, dua di antaranya ialah Husein yang keturunannya berada di Lahij Yaman dan Abdullah yang keturunannya ada di Indonesia (kota Semarang).
Beliau wafat di Tarim tahun 965 H

Al-Munawwar (المنور)
Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin Alwi bin Abdurahman bin Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar as-Sakran. Digelari dengan al-Munawwar karena beliau seorang baik dan tekun dalam beribadah kepada Allah swt. sehingga cahaya Allah swt. tampak pada wajahnya yang berseri-seri, dan orang yang diberi karunia cahaya/nur disebut al-Munawwar. Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar dilahirkan di kota Seiwun dan wafat pada tahun 1170 H, dikaruniai 3 orang anak lelaki, 2 di antaranya bernama Abdurahman dan Abdullah yang keturunannya sebagian besar di Indonesia.

Al-Mudaihij (المديحج)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Aqil bin Syaikh bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Gelar yang disandang karena beliau biasa membiasakan diri untuk shalat berjama'ah di masjid Madihij.
Waliyullah Abdullah bin Aqil al-Madihij dilahirkan di kota Tarim dan wafata pada tahun 970 H, dikarunia 4 orang lelaki, hanya seorang yang meneruskan keturunan beliau yaitu Aqil bin Abdullah bin Aqil.

Al-Muthahhar (المطهار)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muthahhar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah al-Muthahhar lahir di Qasam adan wafat pada tahun 1117 H, dikaruniai 2 orang anak lelaki , satu di antaranya bernama Abdullah.

An-Nahwi (النحوى)
Yang pertama kali dijuluki an-Nahwi ialah waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang menurut shohib al-Masra' dikarenakan beliau adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu nahwu, sehingga beliau dinamakan an-Nahwi.

An-Nadhir (النظير)
Yang pertama kali dijuluki an-Nadhir ialah waliyullah Muhammad bin Abdullah bin Umar Ahmar al-Uyun bin Abdurahman bin Alwi 'Amm al-Faqih. Gelar yang disandang, karena beliau seorang yang gagah perkasa dan bagus, yang dalam bahasa Arab hal tersebut disebut Nadhir.

Aal-Abu Numay (ال أبو نمى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syaikh bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah Abu Numay dilahirkan di Masyghah, dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama Abdullah, Aqil dan Muhammad. Beliau wafat di Masyghah tahun 1020 H.

Al-Haddar (الهدار)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Ali bin Muhsein bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang karena beliau berdakwah dengan suara yang keras sekali bagai suara guntur. Suara macam itu disebut Haddar. Beliau dilahirkan di Inat Hadramaut, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Hafidz dan Umar. Keturunan beliau hanya ada di Pulau Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun 1148 H.
Saudara Abdullah bin Ali adalah waliyullah Hadi bin Ali al-Haddar yang dikaruniai seorang anak laki bernama Salim yang keturunannya berada di Ternate. Beliau wafat di kota Inat tahun 1149 H.

Al-Hadi (الهادى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abdurahman al-Qadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaikh Ali Bin Abi Bakar as-Sakran. Gelar yang disandang karena harapan ayah beliau bertabarruk kepada Rasul al-Hidayah, dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah. Hal tersebut terbukti dengan kewalian Muhammad bin Abdurahman al-Hadi.
Waliyullah Muhammad al-Hadi dilahirkan di kota Tarim dan wafat pada tahun 1040 H, dikaruniai 2 orang anak, seorang diantaranya bernama Seggaf yang menurunkan keturunan al-Hadi di Indonesia.

Al-Hinduan (الهندوان)
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Mauladdawilah. Gelar yang disandang karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang itu disebut Hinduan. Waliyullah Umar al-Hinduan lahir di Tarim dan wafat pada tahun 917 H, dikarunia seorang anak laki yang bernama Abdullah.

Baharun (باهرون)
Yang pertama kali dijuluki al-Baharun ialah waliyullah Ali bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mu'allim bin Muhammad Asadilah bin Hasan at-Turabi. Gelar yang disandang karena ayah beliau memberi nama Harun dengan harapan anaknya itu mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun, terbukti Harun bin Hasan menjadi waliyullah yang besar.
Waliyullah Harun bin Hasan lahir di Tarim dan wafat pada tahun 905 H, dikaruniai 4 orang anak lelaki: Ali, Ahmad, Abdurahman dan Abdullah ash-Shaleh

Bahasyim (باهاشم)
Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.

Bin Yahya (بن يحيى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Yahya bin Hasan bin Ali al-Annaz bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah. Gelar yang disandang karena dengan menamakan anaknya Yahya, ayahnya berharap agar anaknya tersebur mendapat keberkahan seperti nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang.
Waliyullah Yahya bin Hasan lahir di Tarim dan wafat pada tahun 956 H, dikarunia 3 orang anak lelaki, 2 di antaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Hasan dan Ahmad.

May 22, 2013

Ayat-Ayat Al-Qur’an Mengenai Pancasila




Lima Sila (PANCA SILA) telah disebutkan dengan jelas dalam Naskah alinea ke-4 preamble (Mukadimah) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.,  dimana ia adalah amanat cita-cita mulia dari  para pendiri bangsa dalam membangun  dasar sebuah  nation (negara) besar Ber-Bhinneka Tunggal Ika,  “Berbeda-beda tetapi tetap satu” yang sekarang kita kenal bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi kita sebagai orang Islam, jiwa yang terkandung didalam Lima Sila PANCASILA bukanlah sesuatu yang asing lagi, bukan pula sesuatu yang merugikan apalagi hendak menghapuskan, karena apa yg telah disuarakan Lima Sila PANCASILA  merupakan bagian dari nilai-nilai Universal Islam.  Nilai-nilai PANCASILA itu terkandung di dalam ajaran indah Al-Qur’an.
Sebagai bagian yg cinta kepada negeri,  tulisan seorang ahmadi* berikut ini mencoba menguraikan contohnya.  Selamat membaca!
[] Sinar Islam bulan Sulh 1365 HS/Januari tahun 1986) No.1 – Th LIII
Oleh : Ali Mukhayat M.S.*
Sila kesatu, Ketuhanan Yang Maha Esa
Surah Al-Ikhlash, surah Asysyuura:11
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Surah Saba’: 1
“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Surah Alhasyr: 22 – 24
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “
Surah Al-Maa-idah: 73
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. ..”
Surah Al-Baqarah: 256
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Surah Attin: 4
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. “
Surah Al-Israa’: 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Surah Alhujuraat: 11
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. “
Surah Al-Maa-idah: 2
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Surah Al-Insaan: 8 – 9
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. “
Sila ketiga, Persatuan Indonesia (Kebangsaan)
Surah Alhujuraat:13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “
Surah Alhujuraat: 9
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Surah Alhujuraat: 10
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. “
Surah Annisaa’: 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “
Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Surah Asysyuura: 38
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “
Surah Almujaadilah:11
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.”
Surah Almujaadilah: 9
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Surah Annahl: 71
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? “
Surah Al-Imran:180
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.  Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “
Surah Al-Furqaan: 67
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. “
Surah Al-Hadiid: 11
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, “
Surah Adz-dzaariyaat: 19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. “
Surah Al-Maa’uun: 1, 2 & 3
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. “
**Sumber terjemahan Al-Qur’an diambil dari :   Al-Qur’an dan Terjemahnya berbahasa Indonesia terbitan Mujamma’ al Malik Fahd li thiba’at al Mush-haf asy Syarif al-Madinah al-Munawwarah.

BUTIR BUTIR PANCASILA REFERENSINYA ADALAH AL QURAN

Apakah pancasila butir-butirnya tidak sesuai dengan Al-Quran atau justru malah diambil dari ayat-ayat Al-Quran, tulisan di bawah ini kita bisa melihat bagaimana perjalanan merumuskan Pancasila dari para mendiang negeri ini yang telah berjasa merumuskannya.

Setelah menjelaskan konsepnya tentang Pancasila di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengungkapkan hal yang menarik mengenai latar belakangnya sebagai seorang Islam. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam. Saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam menyatakan, bahwa kepala-kepala negara, baik para khalifah maupun amirul muminin harus dipilih oleh rakyat ?

Pertanyaannya, benarkah butir-butir mutiara Pancasila itu ada di dalam Al-Quran ? Marilah kita kaji satu per satu. Tapi hanya kami sebut beberapa ayat saja sebagai referensi, supaya tidak berlarut-larut. Dan kami sampaikan dalam bentuk terjemahnya, supaya lebih mudah dimengerti. Namun apabila anda ingin study yang lebih mendalam, bisa merujuknya ke kitab Al-Quran. Mungkin di lain waktu kita bisa diskusikan lebih jauh lagi sampai tuntas.

1. Ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa
Perintah untuk mengakui dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, antara lain terdapat pada Surat 112 (Al-Ikhlas) dan Surat 2 (Al Baqarah).
Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (QS 112:1)
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS 2:163)
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS 2:21-22)

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tentang kemanusiaan dapat dilihat pada beberapa ayat, antara lain Surat 2 (Al Baqarah), 31 (Luqman), dan 49 (Al Hujuraat)
Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2:224)
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS 31:18)
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS 49:10)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49:13)

3. Persatuan Indonesia.
Kewajiban rakyat terhadap bangsa dan negara, antara lain dijelaskan dalam Surat 4 (An Nisaa) dan 3 (Ali Imran).

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS 4:59)

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS 3:200)

Adakalanya untuk mempertahankan tegaknya persatuan dan kesatuan negara, kita dituntut untuk berjuang, baik dengan harta maupun jiwa. Hal itu ditegaskan dalam Surat 5 (Al-Maaidah) dan 9 (At-Taubah).
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS 5:35)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS 9:111)

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan / perwakilan.
Mengenai pokok-pokok demokrasi dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain pada Surat 3 (Ali Imron), 27 (An-Naml), dan 42 (Asy-Syuura).
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS 3:159)
Berkata dia (Balqis): Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku). (QS 27:32)
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS 42:38)

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Berbuat adil diperintahkan Allah Swt dalam beberapa ayat, antara lain Surat 4 (An Nisaa), 5 (Al- Maaidah), 16 (An Nahl).
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS 4:135)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 4:58)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 5:8)
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS 16:90)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. (QS 4:36-37)
Kesimpulan
Butir-butir Pancasila yang bernilai luhur ternyata ada rujukannya di dalam Al-Quran.

Sumber : alifbraja.blogdetik.com