- Homemain page
- Pengantarsay hello
- Ad Durrun NafisTasawwuf
- Subscribe to RSSkeep updated!

December 25, 2012
Bahasa Sunyi Cinta - Kiai Budi Harjono
dalam bahasa sunyi cinta
Labels:
Hakekat,
Perumpamaan,
Rumi,
Sajak,
Tokoh
Bunda Para Nabi
Tentu bukanlah
kebetulan kalau empat orang Nabi: Ismail as, Musa as, Isa as, dan Muhammad saw
dibesarkan oleh wanita janda.
Bunda para nabi itu tentu saja mesti berperan ganda, sebagai ibu sekaligus sebagai ayah. Bagaimana beliau-beliau menjalankan peran itu hingga berhasil mengantarkan para putranya menjadi nabi, berikut ini cuplikannya:
Bunda Nabi Ismail as
Siapa yang tidak mengenal Siti Hajar? Setiap tahun berjuta-juta kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia yang naik haji menyaksikan buah karyanya, sekaligus merasakan perjalanan pahit yang pernah dirasakan wanita ini. Siapa gerangan wanita mulia ini? Dia adalah seorang wanita berkulit hitam legam dari Ethiopia, dan seorang hamba sahaya. Ia tidak berdaya dan tidak berkuasa. Bahkan, dirinya sendiri pun ia tidak menguasainya.
Ia dibawa oleh Sarah, Istri Nabi Ibrahim as dari Mesir ke tanah Kan'an ( Palestina) untuk membantu di rumahnya.
Sebagaimana diketahui, Sarah hingga berusia lanjut tetap mandul hingga hampir putus asa untuk dapat melahirkan anak yang diidam-idamkan suaminya. Oleh sebab itu dengan suka rela ia menyerahkan hamba sahaya yang dibawanya dari Mesir itu kepada suaminya untuk dijadikan istri kedua.
Sarah berharap dari rahim Hajar akan lahir seorang putera bagi Nabi Ibrahim as. Harapan itu terkabul. Namun sebagai wanita, Sarah merasakan cemburu juga. Ia jadi tidak enak, cemburu dan gundah gulana. Puncak kesabaran Sarah menjadi habis manakala Hajar melahirkan seorang anak laki-laki yang mungil.
Sarah terus menerus mendesak suaminya supaya menjauhkan Hajar dari pandangan matanya. Pada akhirnya Nabi Ibrahim as pergi mengembara ke arah selatan, diikuti Siti Hajar, sambil mengendong bayinya. Nabi Ibrahim hendak menempatkan puteranya di bawah naungan sisa-sisa bangunan purba, tempat pertama di muka bumi, di mana manusia bersembah sujud kepada Allah, Rabbul alamin.
Setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama istri dan puteranya di sebuah dataran tandus dan gersang. Tidak terdapat seorang manusia pun yang tinggal di kawasan itu. Di dekat sisa-sisa bangunan purba, Nabi Ibrahim as diperintahkan oleh Allah meninggalkan Hajar bersama puteranya, Ismail as. Ibu dan anak balita itu hanya dibekali sekantong kurma dan sewadah (qirbah) air minum untuk bertahan hidup.
Setelah membuat sebuah `arisy (semacam tenda) beliau berangkat ke tempat asalnya. Sudah barang tentu Hajar ketakutan, ditinggal seorang diri bersama bayi merahnya di tengah gurun. Ia meminta agar suaminya menghentikan langkah dan tidak meninggalkannya. Akan tetapi Nabi Ibrahim yang dipanggil-panggil tidak menoleh dan tidak menjawab, seolah-olah beliau khawatir kalau-kalau tekadnya menjadi goyah.
Hajar mengulang kembali permohonannya dengan suara memelas, tetapi Ibrahim as terus berjalan, tidak menoleh dan tidak menjawab. Setelah sampai di bagian lembah yang agak tinggi beliau mendengar suara Hajar bertanya: “Apakah Allah memerintahkan kanda meninggalkan diriku bersama bayi ini di tempat yang mengerikan seperti ini?”. Beliau menjawab: “Ya...! sambil terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Setelah mendengar jawaban seperti itu, Hajar terasa memiliki kekuatan untuk menerima kenyataan. Hajar menyerahkan nasib bersama bayinya kepada Allah dengan penuh keyakinan. Sementara dipandangnya terus-menerus langkah kaki Ibrahim as hingga hilang setelah melewati belokan di belakang pasir. Setibanya dibelokan itu Nabi Ibrahim dengan khusyu berdoa, “Ya, Allah Tuhan kami, kutempatkan sebagian dari keturunanku pada sebuah lembah yang tidak terdapat tetumbuhan, dekat rumah suci-Mu. Ya Tuhan kami, agar mereka menegakkan shalat dan semoga Engkau membuat hati sebagian manusia condong kepada mereka, serta karuniailah mereka berbagai buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS.Ibrahim:37)
Puncak kegundahan Hajar adalah manakala perbekalannya sudah habis, sementara air teteknya tidak lagi mengeluarkan air susu. Bayi Ismail kini mulai berteriak-teriak kehausan. Tangisnya semakin melengking, kemudian menurun dan terus menurun. Wajah Ismail semakin pucat pasi. Setelah berlari bolak-balik antara bukit shafa dan Marwah, dan tidak mendapatkan apa-apa, Hajar mencobanya lagi memasukkan teteknya ke dalam mulut anaknya secara berulangkali. Akan tetapi setiap kali putingnya dimasukkan ke dalam mulut, bayi itu tambah kuat jeritannya.
Merasa tidak ada harapan menolong bayinya yang malang itu, Hajar menjauhkan diri dari anaknya yang dianggap tak akan dapat bertahan hidup lebih lama lagi. Ia menjauh karena tidak ingin menyaksikan bayinya mati di depan matanya. Sambil menutup muka dengan tangannya dan meratap, “Tidak..aku tidak mau melihat kematian darah dagingku!”
Pada saat yang kritis itulah Allah menurunkan pertolongan-Nya. Secara tiba-tiba Hajar melihat seekor burung elang yang melayang-layang di udara, kemudian turun dan hinggap di sebuah tempat yang tidak seberapa jauh dari dirinya. Masya Allah! Pemandangan menakjubkan terjadi di depan matanya. Tanah kerontang lagi tandus itu memancarkan air di antara hentakan kaki bayi Ismail.
Ujian Hajar tidak sampai di situ. Memasuki usia remaja anaknya, Ismail, datanglah Ibrahim as yang memberitahukan mimpinya, “ ...Anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih mu. Pikirkanlah, bagaimana pendapatmu? Ia (Ismail as) menjawab: ` Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah ayah akan mendapatiku sebagai seorang yang tabah dan sabar.”
Bunda Nabi Musa as
Al-Qur'an sama sekali tidak menyebut sesuatu mengenai ayah Nabi Musa as. Yang disebut secara khusus hanya bundanya saja. Kepada bundanya itulah, Allah swt memberi kepercayaan kepada untuk membesarkan calon utusan-Nya. Kepercayaan besar itu diberikan kepada ibu Musa ketika Fir'aun tak dapat lagi menahan amarahnya melihat tingkah laku dan kejahatan orang-orang Yahudi (Bani Israil).
Dalam riwayat yang lain disebutkan tentang mimpi Fir'aun yang sangat menakutkan. Para ahli nujum dan juru ramal yang ditanya mengenai arti mimpi itu menjawab, bahwa di kalangan orang-orang Yahudi akan lahir seorang anak lelaki. Apabila besar ia akan merampas kerajaan dan mengalahkan kekuasaan Fir'aun. Ia akan mengusir penduduk asli Mesir dan mengganti agama mereka.
Fir'aun sangat percaya dengan pentakwilan mimpinya yang demikian itu. Maka sejak itu Fir'aun memerintahkan kepada segenap aparatur pemerintah, tentara dan seluruh prajuritnya, untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keluarga Yahudi.
Pada kondisi yang sangat mencekam itulah ibu Musa melahirkan anak lelaki secara sembunyi-sembunyi. Ketika itu alat kekuasaan Fir'aun sudah membunuh berpuluh ribu anak lelaki Yahudi. Darah bayi-bayi tak berdosa sudah menggenangi Mesir, yang dibunuh secara sangat sadis.
Kendati melahirkan dengan sembunyi, namun mata-mata Fir'aun yang disebar di segenap penjuru menciumnya juga. Rumah ibu Musa digrebeg dan bayi yang baru beberapa hari lahir itu nyaris diketahui oleh mata-mata Fir'aun. Untung saja beberapa saat sebelum mereka sempat masuk ke dalam rumah, kakak perempuan Musa, Maryam, sempat memberitahu ibunya, bahwa gerombolan mata-mata Fir'aun siap melakukan menggeledahan.
Di antara rasa takut dan bingung ibu Musa cepat-cepat membungkus bayinya dengan secarik kain, lalu memasukkan ke dalam sebuah wadah terbuka kemudian disembunyikan dalam tungku. Untung pada saat tentara-tentara haus darah itu datang, bayi Musa tidak menangis. Di depan para tentara itu ibu Musa berusaha dengan segenap kemampuannya menenangkan diri hingga tampak tidak terjadi apa-apa. Maryam, kakak Musa pun tidak tampak resah dan gelisah. Ia bekerja membenahi perkakas rumah dengan tenang, hingga akhirnya para alat kekuasaan Fir'aun meninggalkan rumah.
Akan tetapi ibu Musa sadar, bahwa bayinya tidak mungkin dapat disembunyikan terus menerus. Ia mencari akal untuk menyelamatkan buah hatinya. Pada saat itu datanglah petunjuk dari Allah yang berfirman, “Taruhlah dia (Musa) dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia di bengawan (Sungai Nil). Air bengawan itu pasti akan membawanya ke tepi dan dia akan diambil oleh musuh-Ku dan musuhnya.” (QS. Thaha:39).
Bayi Musa akhirnya terdampar di Istana Fir'aun hingga kemudian, ia berhasil menumbangkan keangkaramurkaan raja yang zhalim itu.
Maryam dinadzarkan oleh ibunya untuk mengabdi pada rumah ibadah (Baitul Maqdis) sedang suami Aminah, Abdullah, dinadzarkan untuk di korbankan oleh ayahnya sebagai tanda rasa syukurnya. Kedua orang tua itu kelak melahirkan orang-orang terbaik bagi peradaban dunia, Isa ibnu Maryam dan Muhammad Saw.
Bunda Nabi Isa as
Untuk mengetahui peristiwa kelahiran Nabi Isa as dapat diperoleh informasinya dari ayat berikut, "(Ingatlah) ketika Malaikat (dahulu) berkata kepada Maryam," Hai Maryam, Allah menggembirakan engkau (dengan kelahiran) seorang putera yang diciptakan) dengan titah ( "Kun", "jadilah") dari-Nya, bernama Al-Masih Isa Putra Maryam. Ia seorang terkemuka di dunia dan di akhirat serta merupakan salah satu di antara hamba-hamba Allah yang didekatkan kepada-Nya." (QS.Ali Imran: 45)
Islam mengenal Al-Masih dengan nama Isa Putra Maryam berdasar firman Allah tersebut. Yang hendaknya menjadi kebanggaan kaum ibu di seluruh dunia, Isa as dinasabkan Allah kepada Ibunya, Maryam bukan kepada ayah sebagai lazimnya seorang wanita yang disucikan dan dipilih Allah dari seluruh wanita di dunia.
Mengenai kelahiran Maryam, al-Qur'an menjelaskan kepada kita sebagai berikut: "(Ingatlah ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, kunadzarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku ini menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (pada baitul Maqdis). Karena itu terimalah nadzarku ini. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..."
"Ketika istri Imran melahirkan anaknya iapun berucap: Ya Tuhanku, aku melahirkan seorang anak perempuan! Allah lebih mengetahui anak yang dilahirkannya itu, dan anak lelaki tidak seperti anak perempuan(selanjutnya ia berkata): Ia kuberi nama Maryam dan ia beserta anak keturunannya kuperlindungkan kepada-Mu dari godaan (syetan) yang terkutuk."
"Tuhan menerima nadzarnya dengan baik. Tuhan mendidiknya dengan baik dan menjadikan Zakaria pemelihara (anak perempuan itu, Maryam). Tiap Zakaria masuk ke dalam mihrab (ruang khusus untuk beribadah) hendak bertemu dengan Maryam , ia selalu mendapati makanan di sisi anak perempuan itu. Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh makanan itu?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari Allah! Allah memberi rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa penghitung-hitung." (QS. Ali Imran:35-37)
Sebagaimana banyak diriwayatkan, kisah keibuan Maryam benar-benar mengesankan. Beliau sosok wanita yang menghadapi ujian hidup sangat berat. Dia dilahirkan di tengah keluarga yang taat kepada agama dan dari ayah yang ternama di kalangan Bani Israil (Kaum Yahudi).
Ayah Maryam wafat ketika ia masih anak-anak. Ketika diadakan undian untuk menentukan siapa yang akan mengasuh Maryam, pilihan jatuh pada Zakaria, suami bibi Maryam yang juga dikenal sebagai seorang Nabi.
Sejak usia remaja Maryam sangat tekun beribadah kepada Allah di dalam mihrab. Sebagaimana yang dinadarkan ibunya, Maryam rajin mengabdikan diri di rumah peribadatan. Ia tumbuh menjadi wanita shaleh. Ia dijaga oleh Allah dan dipilih untuk mengemban amanat rahasia kekuasaan Ilahi.
Pada suatu hari datanglah informasi yang sangat mengejutkannya. Bahwa atas perkenan Allah Dia akan menitipkan seorang utusan lewat rahim Maryam yang terpelihara dari noda dan dosa. Tentu saja Maryam sangat terkejut dan ketakutan mendengar berita Ilahi yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepadanya. Ia menengadah ke langit seraya berucap dengan penuh tarharu, "Bagaimana aku akan mempunyai anak, sedang selama ini tidak pernah ada seorang manusia pun yang menyentuh diriku, lagi pula aku bukanlah wanita jalang!" Namun Malaikat menjawab, "Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman: Hal itu mudah bagi-Ku (anak itu) akan kami jadikan tanda kekuasaan Kami bagi ummat manusia dan (juga) sebagai rahmat dari Kami. Ia itu merupakan soal yang menjadi ketetapan Allah."
Pada akhirnya Maryam berserah diri kepada kehendak Allah yang telah menjadi suratan takdir-Nya. Tidak lama kemudian setelah itu ia merasakan janin yang di dalam kandungannya mulai bergerak-gerak. Pada saat itu ia mulai merasakan hinaan dari kaumnya.
Ia berusaha menghindarkan diri dari berbagai tuduhan yang menyakitkan itu dengan pergi ke suatu tempat. Ketika saat bersalin sudah tiba, ia bersandar pada pohon kurma, kemudian ia melahirkan di sebuah kandang ternak. Pada saat kritis itu ia berucap, "Alangkah baiknya kalau aku mati sebelum ini dan diriku dilupakan orang!"
Akan tetapi keshalehan dan kesucian Maryam yang sudah diakui masyarakat selama ini tidak dapat mencegah makian dan cercaan semua orang yang menyaksikan Maryam telah melahirkan seorang anak lelaki. Semua celan, cemoohan, gangguan, kebencian, cacian dan fitnah tersebut diterima Maryam dengan tabah dan sabar.
Namun sebagai manusia ia memiliki juga keterbatasan. Maka untuk menghindari dari semuanya itu ia pergi ke Mesir. Ia tinggal di sana selama 10 tahun, hidup dengan bekerja memintal kapas dan memunguti butir-butir gandum sisa panen. Pekerjaan itu ia lakukan sambil menggendong putranya, Isa Al-Masih. Kasih sayang Maryam kepada puteranya Isa as tercurah hingga Al-Masih menerima wahyu Ilahi pada usia 30 tahun.
Menyangkut keduanya al-Qur'an menjelaskan, "Kami jadikan dia (Maryam) dan puteranya sebagai tanda (kekuasaan dan kebesaran-Ku bagi alam semesta."
Bunda Muhammad saw
Kurun kurang lebih 650 tahun kemudian, di bumi Hijaz muncul rangkaian wanita mulia selanjutnya, yakni ibunda Muhammad Rasulullah Saw, Siti Aminah binti Wahb. Ia adalah wanita suci yang berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.
Keterangan mengenahi hal ini dapat disimak dalam hadits Nabi sebagai beriut, "Dan selanjutnya Allah memindahkan aku dari tulang sulbi yang baik ke dalam rahim yang suci, jernih dan terpelihara. Tiap tulang sulbi itu bercabang menjadi dua. Aku berada dalam yang terbaik dari keduanya itu." (hadits syarif)
Menurut Al Hamid Al-Hamidi dalam Baitun Nubuwwah-nya mengatakan, makna umum dari hadits tersebut ialah bahwa dari silsilah pihak ayah, Rasulullah saw berasal dari keturunan yang suci dan bersih dari perbuatan tercela. Demikian pula dilihat dari silsilah ibunya, beliaupun berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.
Aminah binti Wahb lahir dari silsilah tua pasangan suami istri bernama Wahb dan Barrah. Yang satu berasal dari Bani Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab dan yang lain berasal dari bani Abdul Manaf bin Quraisy bin Kilab. Jadi, pada Kilab-lah akar silsilah ayah dan ibu Aminah binti Wahb.
Suami Aminah binti Wahb, Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pria dari Quraisy yang berbudi luhur. Ayah Abdullah, Abdul Muthalib adalah pria yang disegani. Bahkan kedudukannya sangat dihormati dan dicintai oleh semua penduduk Makkah, baik yang berasal dari kabilah Quraisy maupun dari kabilah lain.
Beberapa minggu setelah pernikahan Aminah dengan Abdullah, pada suatu malam ia bermimpi ada cahaya yang menerangi dirinya. Sungguh terangnya cahaya itu, hingga seolah-olah Aminah dapat melihat istana-istana di Bushara dan di negeri Syam. Tidak berapa lama sesudah itu, ia mendengar suara yang berkata. "Engkau telah hamil dan akan melahirkan seorang termulia di kalangan ummat ini."
Dengan gembira Aminah menceritakan mimpinya itu kepada suaminya. Betapa gembiranya Abdullah mendengar kabar tersebut. Akan tetapi rasa gembira itu hanya berlangsung sejenak, yang disusul dengan kesedihan, karena ia harus bergabung dengan kafilah dagang Quraisy. Tidak diketahui entah untuk berapa lama perpisahan itu harus terjadi.
Bahkan ketika sebulan sudah berlalu Abdullah belum juga pulang. Hari berganti hari dan minggu berganti bulan, Aminah tetap tinggal di rumah, bahkan lebih sering di tempat tidur. Satu-satunya yang menghibur adalah keluarga Abdul Muthalib yang bertutur kata manis dan meriangkan.
Sebagaimana lazimnya wanita yag mengandung, Aminah juga mengidam. Namun keidaman yang dirasakannya itu tidak seberat yang dirasakan wanita lain. Dengan kehamilannya itu Aminah makin merindukan suaminya yang sedang bepergian jauh.
Pada suatu pagi, rombongan kafilah berjalan memasuki kota Makkah. Betapa senangnya Aminah karena beberapa saat lagi ia akan bertemu kembali dengan suami terkasihnya. Tapi hingga rombongan terakhir ia tidak mendapati Abdullah. Setengah berputus ada, ia masuk ke dalam kamar dan berbaring. Baru beberapa saat ia merebahkan diri, tiba-tiba ia mendengar suara pintu diketuk orang. Adakah yang datang suaminya? Ia pun segera bangun membuka pintu, ternyata yang datang bukan Abdullah, melainkan mertuanya, Abdul Muthalib bin Hasyim, ditemani ayahnya sendiri, Wahb, dan beberapa orang dari bani Hasyim. Dengan penuh perhatian Aminah mendengarkan kata-kata ayahnya. "Aminah, tabahkan hatimu menghadapi soal-soal yang mencemaskan. Kafilah yang kita nantikan kedatangannya telah tiba kembali di Makkah. Ketika kami tanyakan kepada mereka tentang keberadaan suamimu, mereka memberitahu, bahwa suamimu mendadak sakit dalam perjalanan pulang. Setelah sembuh ia akan segera kembali dengan selamat..." hiburnya.
Dua bulan Aminah menunggu, diutuslah Al-Harits oleh Abdul Muthalib untuk menyusul Abdullah ke Yatsrib (Madinah) yang sedang sakit. Akan tetapi kedatangan Al-Harits dari Yatsrib (Madinah) disambut duka cita yang mendalam setelah mengabarkan, bahwa Abdullah telah wafat, di tengah kaum kerabatnya, Bani Makhzum.
Betapa hancur hati Aminah mendengar berita yang sangat menyedihkan itu. Dua bulan ia menunggu kedatangan suaminya yang meninggalkan rumah dalam keadaan pengantin baru, tetapi yang datang bukan Abdullah, melainkan berita wafatnya.
Akan tetapi akhirnya Aminah menyadari setelah ia memahami hikmah kejadian yang memilukan itu. Pada waktu masih jejaka, Abdullah nyaris dikorbankan nyawanya untuk memenuhi nadzar ayahnya, Abdul Muthalib. Ia selamat berkat perubahan sikap ayahnya yang bersedia menebus nadzarnya dengan menyembelih seratus ekor unta. Tampaknya Allah memberi kesempatan hidup sementara kepada Abdullah hingga ia meninggalkan janin dalam kandungan istrinya.
Beberapa minggu menjelang kelahiran Muhammad, kota Makkah akan diserbu oleh Abrahah, penguasa dari Yaman yang akan menghancurkan Ka'bah. Akan tetapi sebagaimana diketahui, sebelum niatnya terwujud, Abrahah beserta beserta seluruh bala tentaranya dihancurkan oleh Allah swt.
Aminah melahirkan puteranya menjelang fajar hari Senin bulan Rabi'ul Awwal tahun Gajah. Saat itu ia berada seorang diri di dalam rumah, hanya ditemani seorang pembantunya, Barakah Ummu Aiman. Karena kondisi kesehatnnya yang memburuk, Aminah tidak dapat mengeluarkan air susu. Penyusuan bayi yang oleh kakeknya diberi nama Muhammad diserahkan kepada Tsuaibah Al-Aslamiyah. Selanjutnya penyusuan berpindah kepada Halimah as- Sa'diyah, seorang wanita yang berasal dari Bani Sa'ad bin Bakr.
Setelah mencapai usia lima tahun Muhammad dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Pada kesempatan itu Aminah bermaksud mengajak buah hatinya berziarah ke makam ayahnya, Abdullah. Akan tetapi sungguh malang, dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Makkah, bunda Muhammad saw, ini wafat di sebuah pedusunan bernama Abwa, terletak di antara Madinah dan Makkah. Selamat jalan ibu dari manusia termulia Muhammad saw.
Bunda para nabi itu tentu saja mesti berperan ganda, sebagai ibu sekaligus sebagai ayah. Bagaimana beliau-beliau menjalankan peran itu hingga berhasil mengantarkan para putranya menjadi nabi, berikut ini cuplikannya:
Bunda Nabi Ismail as
Siapa yang tidak mengenal Siti Hajar? Setiap tahun berjuta-juta kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia yang naik haji menyaksikan buah karyanya, sekaligus merasakan perjalanan pahit yang pernah dirasakan wanita ini. Siapa gerangan wanita mulia ini? Dia adalah seorang wanita berkulit hitam legam dari Ethiopia, dan seorang hamba sahaya. Ia tidak berdaya dan tidak berkuasa. Bahkan, dirinya sendiri pun ia tidak menguasainya.
Ia dibawa oleh Sarah, Istri Nabi Ibrahim as dari Mesir ke tanah Kan'an ( Palestina) untuk membantu di rumahnya.
Sebagaimana diketahui, Sarah hingga berusia lanjut tetap mandul hingga hampir putus asa untuk dapat melahirkan anak yang diidam-idamkan suaminya. Oleh sebab itu dengan suka rela ia menyerahkan hamba sahaya yang dibawanya dari Mesir itu kepada suaminya untuk dijadikan istri kedua.
Sarah berharap dari rahim Hajar akan lahir seorang putera bagi Nabi Ibrahim as. Harapan itu terkabul. Namun sebagai wanita, Sarah merasakan cemburu juga. Ia jadi tidak enak, cemburu dan gundah gulana. Puncak kesabaran Sarah menjadi habis manakala Hajar melahirkan seorang anak laki-laki yang mungil.
Sarah terus menerus mendesak suaminya supaya menjauhkan Hajar dari pandangan matanya. Pada akhirnya Nabi Ibrahim as pergi mengembara ke arah selatan, diikuti Siti Hajar, sambil mengendong bayinya. Nabi Ibrahim hendak menempatkan puteranya di bawah naungan sisa-sisa bangunan purba, tempat pertama di muka bumi, di mana manusia bersembah sujud kepada Allah, Rabbul alamin.
Setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama istri dan puteranya di sebuah dataran tandus dan gersang. Tidak terdapat seorang manusia pun yang tinggal di kawasan itu. Di dekat sisa-sisa bangunan purba, Nabi Ibrahim as diperintahkan oleh Allah meninggalkan Hajar bersama puteranya, Ismail as. Ibu dan anak balita itu hanya dibekali sekantong kurma dan sewadah (qirbah) air minum untuk bertahan hidup.
Setelah membuat sebuah `arisy (semacam tenda) beliau berangkat ke tempat asalnya. Sudah barang tentu Hajar ketakutan, ditinggal seorang diri bersama bayi merahnya di tengah gurun. Ia meminta agar suaminya menghentikan langkah dan tidak meninggalkannya. Akan tetapi Nabi Ibrahim yang dipanggil-panggil tidak menoleh dan tidak menjawab, seolah-olah beliau khawatir kalau-kalau tekadnya menjadi goyah.
Hajar mengulang kembali permohonannya dengan suara memelas, tetapi Ibrahim as terus berjalan, tidak menoleh dan tidak menjawab. Setelah sampai di bagian lembah yang agak tinggi beliau mendengar suara Hajar bertanya: “Apakah Allah memerintahkan kanda meninggalkan diriku bersama bayi ini di tempat yang mengerikan seperti ini?”. Beliau menjawab: “Ya...! sambil terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Setelah mendengar jawaban seperti itu, Hajar terasa memiliki kekuatan untuk menerima kenyataan. Hajar menyerahkan nasib bersama bayinya kepada Allah dengan penuh keyakinan. Sementara dipandangnya terus-menerus langkah kaki Ibrahim as hingga hilang setelah melewati belokan di belakang pasir. Setibanya dibelokan itu Nabi Ibrahim dengan khusyu berdoa, “Ya, Allah Tuhan kami, kutempatkan sebagian dari keturunanku pada sebuah lembah yang tidak terdapat tetumbuhan, dekat rumah suci-Mu. Ya Tuhan kami, agar mereka menegakkan shalat dan semoga Engkau membuat hati sebagian manusia condong kepada mereka, serta karuniailah mereka berbagai buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS.Ibrahim:37)
Puncak kegundahan Hajar adalah manakala perbekalannya sudah habis, sementara air teteknya tidak lagi mengeluarkan air susu. Bayi Ismail kini mulai berteriak-teriak kehausan. Tangisnya semakin melengking, kemudian menurun dan terus menurun. Wajah Ismail semakin pucat pasi. Setelah berlari bolak-balik antara bukit shafa dan Marwah, dan tidak mendapatkan apa-apa, Hajar mencobanya lagi memasukkan teteknya ke dalam mulut anaknya secara berulangkali. Akan tetapi setiap kali putingnya dimasukkan ke dalam mulut, bayi itu tambah kuat jeritannya.
Merasa tidak ada harapan menolong bayinya yang malang itu, Hajar menjauhkan diri dari anaknya yang dianggap tak akan dapat bertahan hidup lebih lama lagi. Ia menjauh karena tidak ingin menyaksikan bayinya mati di depan matanya. Sambil menutup muka dengan tangannya dan meratap, “Tidak..aku tidak mau melihat kematian darah dagingku!”
Pada saat yang kritis itulah Allah menurunkan pertolongan-Nya. Secara tiba-tiba Hajar melihat seekor burung elang yang melayang-layang di udara, kemudian turun dan hinggap di sebuah tempat yang tidak seberapa jauh dari dirinya. Masya Allah! Pemandangan menakjubkan terjadi di depan matanya. Tanah kerontang lagi tandus itu memancarkan air di antara hentakan kaki bayi Ismail.
Ujian Hajar tidak sampai di situ. Memasuki usia remaja anaknya, Ismail, datanglah Ibrahim as yang memberitahukan mimpinya, “ ...Anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih mu. Pikirkanlah, bagaimana pendapatmu? Ia (Ismail as) menjawab: ` Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah ayah akan mendapatiku sebagai seorang yang tabah dan sabar.”
Bunda Nabi Musa as
Al-Qur'an sama sekali tidak menyebut sesuatu mengenai ayah Nabi Musa as. Yang disebut secara khusus hanya bundanya saja. Kepada bundanya itulah, Allah swt memberi kepercayaan kepada untuk membesarkan calon utusan-Nya. Kepercayaan besar itu diberikan kepada ibu Musa ketika Fir'aun tak dapat lagi menahan amarahnya melihat tingkah laku dan kejahatan orang-orang Yahudi (Bani Israil).
Dalam riwayat yang lain disebutkan tentang mimpi Fir'aun yang sangat menakutkan. Para ahli nujum dan juru ramal yang ditanya mengenai arti mimpi itu menjawab, bahwa di kalangan orang-orang Yahudi akan lahir seorang anak lelaki. Apabila besar ia akan merampas kerajaan dan mengalahkan kekuasaan Fir'aun. Ia akan mengusir penduduk asli Mesir dan mengganti agama mereka.
Fir'aun sangat percaya dengan pentakwilan mimpinya yang demikian itu. Maka sejak itu Fir'aun memerintahkan kepada segenap aparatur pemerintah, tentara dan seluruh prajuritnya, untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keluarga Yahudi.
Pada kondisi yang sangat mencekam itulah ibu Musa melahirkan anak lelaki secara sembunyi-sembunyi. Ketika itu alat kekuasaan Fir'aun sudah membunuh berpuluh ribu anak lelaki Yahudi. Darah bayi-bayi tak berdosa sudah menggenangi Mesir, yang dibunuh secara sangat sadis.
Kendati melahirkan dengan sembunyi, namun mata-mata Fir'aun yang disebar di segenap penjuru menciumnya juga. Rumah ibu Musa digrebeg dan bayi yang baru beberapa hari lahir itu nyaris diketahui oleh mata-mata Fir'aun. Untung saja beberapa saat sebelum mereka sempat masuk ke dalam rumah, kakak perempuan Musa, Maryam, sempat memberitahu ibunya, bahwa gerombolan mata-mata Fir'aun siap melakukan menggeledahan.
Di antara rasa takut dan bingung ibu Musa cepat-cepat membungkus bayinya dengan secarik kain, lalu memasukkan ke dalam sebuah wadah terbuka kemudian disembunyikan dalam tungku. Untung pada saat tentara-tentara haus darah itu datang, bayi Musa tidak menangis. Di depan para tentara itu ibu Musa berusaha dengan segenap kemampuannya menenangkan diri hingga tampak tidak terjadi apa-apa. Maryam, kakak Musa pun tidak tampak resah dan gelisah. Ia bekerja membenahi perkakas rumah dengan tenang, hingga akhirnya para alat kekuasaan Fir'aun meninggalkan rumah.
Akan tetapi ibu Musa sadar, bahwa bayinya tidak mungkin dapat disembunyikan terus menerus. Ia mencari akal untuk menyelamatkan buah hatinya. Pada saat itu datanglah petunjuk dari Allah yang berfirman, “Taruhlah dia (Musa) dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia di bengawan (Sungai Nil). Air bengawan itu pasti akan membawanya ke tepi dan dia akan diambil oleh musuh-Ku dan musuhnya.” (QS. Thaha:39).
Bayi Musa akhirnya terdampar di Istana Fir'aun hingga kemudian, ia berhasil menumbangkan keangkaramurkaan raja yang zhalim itu.
Maryam dinadzarkan oleh ibunya untuk mengabdi pada rumah ibadah (Baitul Maqdis) sedang suami Aminah, Abdullah, dinadzarkan untuk di korbankan oleh ayahnya sebagai tanda rasa syukurnya. Kedua orang tua itu kelak melahirkan orang-orang terbaik bagi peradaban dunia, Isa ibnu Maryam dan Muhammad Saw.
Bunda Nabi Isa as
Untuk mengetahui peristiwa kelahiran Nabi Isa as dapat diperoleh informasinya dari ayat berikut, "(Ingatlah) ketika Malaikat (dahulu) berkata kepada Maryam," Hai Maryam, Allah menggembirakan engkau (dengan kelahiran) seorang putera yang diciptakan) dengan titah ( "Kun", "jadilah") dari-Nya, bernama Al-Masih Isa Putra Maryam. Ia seorang terkemuka di dunia dan di akhirat serta merupakan salah satu di antara hamba-hamba Allah yang didekatkan kepada-Nya." (QS.Ali Imran: 45)
Islam mengenal Al-Masih dengan nama Isa Putra Maryam berdasar firman Allah tersebut. Yang hendaknya menjadi kebanggaan kaum ibu di seluruh dunia, Isa as dinasabkan Allah kepada Ibunya, Maryam bukan kepada ayah sebagai lazimnya seorang wanita yang disucikan dan dipilih Allah dari seluruh wanita di dunia.
Mengenai kelahiran Maryam, al-Qur'an menjelaskan kepada kita sebagai berikut: "(Ingatlah ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, kunadzarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku ini menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (pada baitul Maqdis). Karena itu terimalah nadzarku ini. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..."
"Ketika istri Imran melahirkan anaknya iapun berucap: Ya Tuhanku, aku melahirkan seorang anak perempuan! Allah lebih mengetahui anak yang dilahirkannya itu, dan anak lelaki tidak seperti anak perempuan(selanjutnya ia berkata): Ia kuberi nama Maryam dan ia beserta anak keturunannya kuperlindungkan kepada-Mu dari godaan (syetan) yang terkutuk."
"Tuhan menerima nadzarnya dengan baik. Tuhan mendidiknya dengan baik dan menjadikan Zakaria pemelihara (anak perempuan itu, Maryam). Tiap Zakaria masuk ke dalam mihrab (ruang khusus untuk beribadah) hendak bertemu dengan Maryam , ia selalu mendapati makanan di sisi anak perempuan itu. Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh makanan itu?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari Allah! Allah memberi rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa penghitung-hitung." (QS. Ali Imran:35-37)
Sebagaimana banyak diriwayatkan, kisah keibuan Maryam benar-benar mengesankan. Beliau sosok wanita yang menghadapi ujian hidup sangat berat. Dia dilahirkan di tengah keluarga yang taat kepada agama dan dari ayah yang ternama di kalangan Bani Israil (Kaum Yahudi).
Ayah Maryam wafat ketika ia masih anak-anak. Ketika diadakan undian untuk menentukan siapa yang akan mengasuh Maryam, pilihan jatuh pada Zakaria, suami bibi Maryam yang juga dikenal sebagai seorang Nabi.
Sejak usia remaja Maryam sangat tekun beribadah kepada Allah di dalam mihrab. Sebagaimana yang dinadarkan ibunya, Maryam rajin mengabdikan diri di rumah peribadatan. Ia tumbuh menjadi wanita shaleh. Ia dijaga oleh Allah dan dipilih untuk mengemban amanat rahasia kekuasaan Ilahi.
Pada suatu hari datanglah informasi yang sangat mengejutkannya. Bahwa atas perkenan Allah Dia akan menitipkan seorang utusan lewat rahim Maryam yang terpelihara dari noda dan dosa. Tentu saja Maryam sangat terkejut dan ketakutan mendengar berita Ilahi yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepadanya. Ia menengadah ke langit seraya berucap dengan penuh tarharu, "Bagaimana aku akan mempunyai anak, sedang selama ini tidak pernah ada seorang manusia pun yang menyentuh diriku, lagi pula aku bukanlah wanita jalang!" Namun Malaikat menjawab, "Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman: Hal itu mudah bagi-Ku (anak itu) akan kami jadikan tanda kekuasaan Kami bagi ummat manusia dan (juga) sebagai rahmat dari Kami. Ia itu merupakan soal yang menjadi ketetapan Allah."
Pada akhirnya Maryam berserah diri kepada kehendak Allah yang telah menjadi suratan takdir-Nya. Tidak lama kemudian setelah itu ia merasakan janin yang di dalam kandungannya mulai bergerak-gerak. Pada saat itu ia mulai merasakan hinaan dari kaumnya.
Ia berusaha menghindarkan diri dari berbagai tuduhan yang menyakitkan itu dengan pergi ke suatu tempat. Ketika saat bersalin sudah tiba, ia bersandar pada pohon kurma, kemudian ia melahirkan di sebuah kandang ternak. Pada saat kritis itu ia berucap, "Alangkah baiknya kalau aku mati sebelum ini dan diriku dilupakan orang!"
Akan tetapi keshalehan dan kesucian Maryam yang sudah diakui masyarakat selama ini tidak dapat mencegah makian dan cercaan semua orang yang menyaksikan Maryam telah melahirkan seorang anak lelaki. Semua celan, cemoohan, gangguan, kebencian, cacian dan fitnah tersebut diterima Maryam dengan tabah dan sabar.
Namun sebagai manusia ia memiliki juga keterbatasan. Maka untuk menghindari dari semuanya itu ia pergi ke Mesir. Ia tinggal di sana selama 10 tahun, hidup dengan bekerja memintal kapas dan memunguti butir-butir gandum sisa panen. Pekerjaan itu ia lakukan sambil menggendong putranya, Isa Al-Masih. Kasih sayang Maryam kepada puteranya Isa as tercurah hingga Al-Masih menerima wahyu Ilahi pada usia 30 tahun.
Menyangkut keduanya al-Qur'an menjelaskan, "Kami jadikan dia (Maryam) dan puteranya sebagai tanda (kekuasaan dan kebesaran-Ku bagi alam semesta."
Bunda Muhammad saw
Kurun kurang lebih 650 tahun kemudian, di bumi Hijaz muncul rangkaian wanita mulia selanjutnya, yakni ibunda Muhammad Rasulullah Saw, Siti Aminah binti Wahb. Ia adalah wanita suci yang berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.
Keterangan mengenahi hal ini dapat disimak dalam hadits Nabi sebagai beriut, "Dan selanjutnya Allah memindahkan aku dari tulang sulbi yang baik ke dalam rahim yang suci, jernih dan terpelihara. Tiap tulang sulbi itu bercabang menjadi dua. Aku berada dalam yang terbaik dari keduanya itu." (hadits syarif)
Menurut Al Hamid Al-Hamidi dalam Baitun Nubuwwah-nya mengatakan, makna umum dari hadits tersebut ialah bahwa dari silsilah pihak ayah, Rasulullah saw berasal dari keturunan yang suci dan bersih dari perbuatan tercela. Demikian pula dilihat dari silsilah ibunya, beliaupun berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.
Aminah binti Wahb lahir dari silsilah tua pasangan suami istri bernama Wahb dan Barrah. Yang satu berasal dari Bani Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab dan yang lain berasal dari bani Abdul Manaf bin Quraisy bin Kilab. Jadi, pada Kilab-lah akar silsilah ayah dan ibu Aminah binti Wahb.
Suami Aminah binti Wahb, Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pria dari Quraisy yang berbudi luhur. Ayah Abdullah, Abdul Muthalib adalah pria yang disegani. Bahkan kedudukannya sangat dihormati dan dicintai oleh semua penduduk Makkah, baik yang berasal dari kabilah Quraisy maupun dari kabilah lain.
Beberapa minggu setelah pernikahan Aminah dengan Abdullah, pada suatu malam ia bermimpi ada cahaya yang menerangi dirinya. Sungguh terangnya cahaya itu, hingga seolah-olah Aminah dapat melihat istana-istana di Bushara dan di negeri Syam. Tidak berapa lama sesudah itu, ia mendengar suara yang berkata. "Engkau telah hamil dan akan melahirkan seorang termulia di kalangan ummat ini."
Dengan gembira Aminah menceritakan mimpinya itu kepada suaminya. Betapa gembiranya Abdullah mendengar kabar tersebut. Akan tetapi rasa gembira itu hanya berlangsung sejenak, yang disusul dengan kesedihan, karena ia harus bergabung dengan kafilah dagang Quraisy. Tidak diketahui entah untuk berapa lama perpisahan itu harus terjadi.
Bahkan ketika sebulan sudah berlalu Abdullah belum juga pulang. Hari berganti hari dan minggu berganti bulan, Aminah tetap tinggal di rumah, bahkan lebih sering di tempat tidur. Satu-satunya yang menghibur adalah keluarga Abdul Muthalib yang bertutur kata manis dan meriangkan.
Sebagaimana lazimnya wanita yag mengandung, Aminah juga mengidam. Namun keidaman yang dirasakannya itu tidak seberat yang dirasakan wanita lain. Dengan kehamilannya itu Aminah makin merindukan suaminya yang sedang bepergian jauh.
Pada suatu pagi, rombongan kafilah berjalan memasuki kota Makkah. Betapa senangnya Aminah karena beberapa saat lagi ia akan bertemu kembali dengan suami terkasihnya. Tapi hingga rombongan terakhir ia tidak mendapati Abdullah. Setengah berputus ada, ia masuk ke dalam kamar dan berbaring. Baru beberapa saat ia merebahkan diri, tiba-tiba ia mendengar suara pintu diketuk orang. Adakah yang datang suaminya? Ia pun segera bangun membuka pintu, ternyata yang datang bukan Abdullah, melainkan mertuanya, Abdul Muthalib bin Hasyim, ditemani ayahnya sendiri, Wahb, dan beberapa orang dari bani Hasyim. Dengan penuh perhatian Aminah mendengarkan kata-kata ayahnya. "Aminah, tabahkan hatimu menghadapi soal-soal yang mencemaskan. Kafilah yang kita nantikan kedatangannya telah tiba kembali di Makkah. Ketika kami tanyakan kepada mereka tentang keberadaan suamimu, mereka memberitahu, bahwa suamimu mendadak sakit dalam perjalanan pulang. Setelah sembuh ia akan segera kembali dengan selamat..." hiburnya.
Dua bulan Aminah menunggu, diutuslah Al-Harits oleh Abdul Muthalib untuk menyusul Abdullah ke Yatsrib (Madinah) yang sedang sakit. Akan tetapi kedatangan Al-Harits dari Yatsrib (Madinah) disambut duka cita yang mendalam setelah mengabarkan, bahwa Abdullah telah wafat, di tengah kaum kerabatnya, Bani Makhzum.
Betapa hancur hati Aminah mendengar berita yang sangat menyedihkan itu. Dua bulan ia menunggu kedatangan suaminya yang meninggalkan rumah dalam keadaan pengantin baru, tetapi yang datang bukan Abdullah, melainkan berita wafatnya.
Akan tetapi akhirnya Aminah menyadari setelah ia memahami hikmah kejadian yang memilukan itu. Pada waktu masih jejaka, Abdullah nyaris dikorbankan nyawanya untuk memenuhi nadzar ayahnya, Abdul Muthalib. Ia selamat berkat perubahan sikap ayahnya yang bersedia menebus nadzarnya dengan menyembelih seratus ekor unta. Tampaknya Allah memberi kesempatan hidup sementara kepada Abdullah hingga ia meninggalkan janin dalam kandungan istrinya.
Beberapa minggu menjelang kelahiran Muhammad, kota Makkah akan diserbu oleh Abrahah, penguasa dari Yaman yang akan menghancurkan Ka'bah. Akan tetapi sebagaimana diketahui, sebelum niatnya terwujud, Abrahah beserta beserta seluruh bala tentaranya dihancurkan oleh Allah swt.
Aminah melahirkan puteranya menjelang fajar hari Senin bulan Rabi'ul Awwal tahun Gajah. Saat itu ia berada seorang diri di dalam rumah, hanya ditemani seorang pembantunya, Barakah Ummu Aiman. Karena kondisi kesehatnnya yang memburuk, Aminah tidak dapat mengeluarkan air susu. Penyusuan bayi yang oleh kakeknya diberi nama Muhammad diserahkan kepada Tsuaibah Al-Aslamiyah. Selanjutnya penyusuan berpindah kepada Halimah as- Sa'diyah, seorang wanita yang berasal dari Bani Sa'ad bin Bakr.
Setelah mencapai usia lima tahun Muhammad dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Pada kesempatan itu Aminah bermaksud mengajak buah hatinya berziarah ke makam ayahnya, Abdullah. Akan tetapi sungguh malang, dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Makkah, bunda Muhammad saw, ini wafat di sebuah pedusunan bernama Abwa, terletak di antara Madinah dan Makkah. Selamat jalan ibu dari manusia termulia Muhammad saw.
Parit-parit Berapi (Uhdud)
Shuaib r.a berkata, "Bersabda s.a.w. : Zaman dahulu ada seorang raja yang mempunyai ahli sihir, maka ketika telah tua, dia berkata kepada raja : Kini aku telah tua, kerana itu hantarkanlah kepadaku seorang pemuda yang dapat mempelajari ilmu sihir, supaya dapat menggantikan tempatku di sisi raja, setelah saya meninggalkan dunia nanti.
Maka raja memilih seorang pemuda untuk belajar ilmu sihir lalu dihantarkan kepada ahli sihir itu. Kebetulan pula di jalan yang dilalui pemuda itu, ada seorang Rahib (pendeta), lalu dia tertarik kepada Rahib itu, maka dia duduk mendengar ajaran-ajarannya dan merasa puas pada ajaran rahib itu hingga terlambat datang ke tempat ahli sihir itu dan dipukul oleh ahli sihir. Akhirnya dia mengeluh pada Rahib.
Berkata Rahib, "Jika engkau takut dipukul Sahir, katakan : Bahawa kau masih ditanam (disuruh) ibumu, dan jika kembali terlambat katakan : Ditahan oleh Ahli Sihir.
Maka berjalanlah dia dengan baik keadaanya, sehingga terjadi pada suatu hari, ketika dia pergi tiba-tiba di tengah jalan ada binatang besar yang menyebabkan orang ramai terhenti, tidak berani berjalan. Di situlah pemuda itu berkata," Hari ini aku akan mengetahui sihirkah yang lebih baik ajarannya atau Rahib? Lalu dia mengambil batu sambil berkata,"Ya allah ! Jika ajaran Rahib lebih Kau redhai daripada ajaran Sihir, maka bunuhlah binatang buas ini, supaya orang ramai dapat berjalan."
Kemudian dilemparkan binatang itu, serta-merta binatang itu mati sehingga orang ramai dapat berjalan dengan aman. Maka dia memberitahu kejadian itu kepada rahib. Berkata Rahib,"Anakku, engkau kini lebih utama daripadaku dan kau nanti akan mendapat ujian maka apabila engkau mendapat ujian, janganlah engkau tunjuk saya." Kemudian pemuda itu telah mendapat kurnia daripada Allah hingga dia dapat menyembuhkan pelbagai jenis penyakit yang tidak dapat sembuh seperti buta, pekak dan lain-lain penyakit.
Maka ada seorang pembesar raja sakit mata hingga buta dan telah berikrar menyembuhkan penyakitnya tetapi tidak juga sembuh. Kemudian datanglah dia kepada pemuda itu dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat banyak sambil berkata,"Jika kau dapat menyembuhkan penyakitku, maka saya akan memberikan segala apa yang kau hajatkan. Jawab pemuda itu,"Saya tidak dapat menyembuhkan tetapi Allah yang mnyembuhkan. Jika kau percaya kepada Allah, maka saya akan berdoa dan Allah akan menyembuhkan kau. maka segeralah pembesr itu percayalah kepada Allah." Kemudian didoakan oleh pemuda itu dan ketika itu juga pembesar itu dapat melihat semula.
Kemudian penbesar tersebut pergi ke majlis raja, maka kagumlah Raja melihat dia telah sembuh, Raja bertanya,"Siapakah yang menyembuhkan matamu itu?" Jawabnya, "Tuhanku. Raja bertanya kembali,"Apakah kau percaya pada Tuhan selain aku?" Jawabnya,"Tuhanku dan Tuhanmu iaitu Allah." Maka segera dia diseksa oleh Raja supaya kembali kepada agama raja itu, tetapi imannya tidak berubah sedikit pun dan Raja terus menyeksanya sehingga akhirnya menunjuk kepada pemuda itu. Lalu dipanggil pemuda itu dan ditanya oleh Raja,"Hai anakku, sihirmu telah melampaui batas sehingga dapat menyembuhkan orang buta dan lain-lain penyakit?" Jawab pemuda itu,"Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan sesiapa pun. Hanya Allah yang menyembuhkan." Maka segera diseksa oleh raja hingga terpaksa dia menunjuk kepada Rahib.
Kemudian dipanggil Rahib dan diperintahkan supaya meninggalkan agamanya. Tetapi Rahib tetap menolak perintah Raja lalu diambilkan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya dan digergaji sehingga terbelah dua badannya. Kemudian tibalah giliran yang kedua iaitu pembesar raja itu. Maka diperintahkan juga untuk meniggalkan agama tuhan, dia pun menolak perintah Raja yang akhirnya dia juga menerima hukuman yang sama sperti rahib. Kemudian didatangkan pemuda itu dan diperintahkan untuk meninggalkan agama tuhan. Dia juga menolak perintah raja. Maka Raja memerintahkan kepada tenteranya membawa pemuda itu ke atas bukit dan di sana ditawarkan kepadanya untuk meninggalkan agama Allah dan kalau dia tetap menolak, maka dilemparkan dia dari atas bukit sehingga mati.
Kemudian ketika telah sampai di puncak bukit, pemuda itu berdoa,"Ya Allah, hindarkan aku daripada bahaya mereka ini sekehendakMu." Tiba-tiba ketika itu, bergeraklah bukit sehingga jatuhlah semua tentera Raja itu. kembalilah pemuda itu kepada Raja. Ditanya oleh Raja,"Kemana tentera yang membawa kamu?" Jawabnya,"Allah telah menghindarkan saya dari mereka."
Kemudian Raja memerintahkan beberapa tentera yang lain untuk membawa pemuda itu naik perahu dan apabila telah berada di tengah laut supaya ditawarkan lagi kepadanya untuk meninggalkan agamanya, dan apabila menolak akan dilemparkan pemuda itu ke dalam laut.
Kemudian sesampainya di tengah laut, pemuda itu berdoa,"Ya Allah, hindarkan aku dari bahaya mereka itu sekehendakMu." Maka terbaliklah perahu itu sehingga tenggelamlah semua tentera itu. Maka pergilah pemuda itu kepada Raja. Ditanya oleh Raja,"Kemanakah tentera yang membawa kamu?" Jawabnya,"Allah telah menghindarkan aku daripada mereka." Maka pemuda iu berkata,"Hai Raja kau tidak dapat membunuhku kecuali jika kau menurut perintahku." Bertanya raja,"Apakah perintahmu?"
Jawab pemuda itu,"Kumpulkan semua rakyat dalam suatu lapangan kemudian gantunglah saya pada sebatang tiang dan ambillah anak panahku dari tempatnya serta letakkan pada busarnya kemudian bacalah "Dengan nama Allah Tuhan pemuda ini", lalu lepaskan anak panah itu ke arahku. Apabila kau lakukan begitu, nescaya kau dapat membunuhku."
Segeralah Raja mengumpulkan semua rakyat di suatu lapangan kemudian digantung pemuda itu pada tiang dan diambilnya anak panah serta diletakkan pada busarnya dan membaca "Dengan nama Allah, tuhan pemuda ini", lalu dilepaskan anak panah itu kepada pemuda itu tepat mengenai pelipisnya. Kemudian pemuda itu meletakkan tangannya di atas luka yang kena panah itu sehingga mati. Maka serentak orang ramai yang menghadiri kejadian itu berkata,"Kami percaya kepada Tuhan pemuda itu," sehingga kepercayaan kepada Allah merebak kepada semua lapisan rakyat.
Kemudian disampaikan kepada Raja. Tahukah kau yang kau khawatirkan tadinya kini telah terjadi. Semua rakyatmu telah percaya kepada tuhan pemuda itu. Maka segera Raja memerintahkan parit besar dibuat pada tiap-tiap persimpagan jalan, kemudian dinyalakan api didalamnya dan siapa yang berjalan diperintahkan unutk meninggalkan agamanya serta kembali kepada agama raja, sedang yang menolak dibakar di dalam api. Setelah dilaksanakan hal tersebut, terjadilah di antara ramai orang yang diseksa itu ada seorang wanita yang membawa bayinya ketika ia diperintahkan untuk meninggalkan agamanya. Dia menolak. Kemudian, pada waktu bayinya ditarik utuk dimasukkan ke dalam api, tiba-tiba ibunya menyerah kerana tidak sampai hati melihat bayinya akan dibakar namun dengan tiba-tiba si bayi itu dapat berkata,"Hai ibu sabarlah, sesungguhnya kamu dalam kebenaran.""
Catatan:
Riwayat di atas mengisahkan keteguhan iman Siti Maisarah dan keluarganya. Hidup pada masa kekuasaan Firaun.
Hikayat Puteri Balqis
Bismillahi Rahmani Rahim. Wabihi Nastainu Billah.
Inilah hikayat pada menyatakan Putri Balqis dari kecil lalu kepada besarnya lalu kepada Nabi Allah Sulaiman. Maka dikeluarkan Malim Safir dalam hadith-hadith nan mulia-mulia hendak menambali Malim Deman. Adapun hikayat Malim Deman tidak keluar dalam hadith. Maka terkenal dalam hati, "Baik ku perbuat satu khabar palengah-palengah puasa." Ada kurang, ada bertambah-tambah sedikit dalam patut, barang nan patut pada raja, barang nan patut pada puteri, kerana kita memuliakan supaya berahi orang muda. Hikayat lagi berpangkal-pangkalnya nyata dalam hadith-hadith Sulaiman Nabi Allah.
Maka ada dalam benua Yaman, sebuah negeri amat teguh lagi berkota-kota kechil, lagi berpurata tanah bata, lagi berpintu dari tembaga, lagi berturap tanah karang, lagi berparit, lagi berjorong-jorong, lagi bertangga, lagi berpapan kasat-kasat, berlebuh berpintu gudang. Bertentu orang nan ke masuk pintu berkawal hulubalang. Halaman cerana basah , urai tertebar tidak hilang, disinilah orang kaya-kaya, budak bermain-main rial, orang bujang bermain emas, orang tua berdiam diri, bersarang tua bertambah pekak.
Disinilah orang senang-senang, negeri bernama Kota Saba, Penghulu nan dua kali tujuh, Menteri nan dua kali lapan, Malim nan bukan alah-alah, orang menyembah matahari. Ular pun tiada dalam kota, kala pun tiada dalam kota, tuma pun tiada dalam kota, buah-buahan dalam kota tidak termakan oleh orang, negeri senang, padi menjadi, jual-berjual tiada pada adat, pakaian tinggal diampaian, barang mendapat pulang-pulang jua.
Rajanya bernama Raja Saraki, raja nan kuat, gadang panjang, raja memutus tali besi, tidak pernah dilawan orang kehendaknya, tidak terhalintang. Menganiaya anak-anak muda, maha gusikan hati ibu bapa memandang anak dibawa raja, tidak boleh dijapat lagi, melainkan dengan redhanya, membunuh tidak bertanya, mendenda tidak boleh kurang, salah sedikit kan bunuh tidak, tertanggang di rumput rantai. Banyak menyumpah dalam hati-hati nan tidak boleh senang. Jikalau anak berkain dua, Hati nan resah-resah jua. Dipersuamikan anak tidak boleh, habislah padang kira-kira , bagaikan pindah jauh-jauh, pindah nan tidak boleh lepas. Habislah tahun berganti tahun, habislah musim berganti musim, habislah zaman berganti zaman, demikian jua dzalimnya.
Ada seorang Menteri besar, Menteri bernama Azu Syirah , lagipun cerdik cendiakia, berani bukan alang-alang, buah hati kasihan raja. Tubuh nan bagai sederhana, perjalanan nan bagai pinang-pinang nan dihembus angin. Lenggang memutus kayu anak, destar nan bagai akan jatuh, Menteri nan main-main mata , Menteri permainan orang di kampung, aib sedikit orang perburu.
Namun berkata Azu Syirah,
"Manalah kita orang perburu, bawalah anjing nan pilihan, lamalah kita tidak berburu, lamalah tidak memakan rusa."
Mendengar kata demikian lalu berjalan orang perburu, banyak nan dua kali tujuh, mengiringkan Menteri Azu Syirah. Habis padang berganti padang, banyaklah padang dilalui, habis rimba berganti rimba, banyaklah rimba dilaluinya. Lalu berbeban beroleh daging. Habis malam berganti malam, habis siang berganti siang, bagaikan lupa jalan pulang sampai bak kata pantun,
Orang berjalan sarungkan baju
Melangkah turun ke bawah
Beririt-irit bersama-sama
Takdir sudah terdahulu
Untung suratan Azu Syirah
Hilang lenyap kerimba raya
Jauh nan bukan alang-alang. Habislah bekal dalam dukungan, hanya memakan buah kayu. Lalu memakan umbut putih, melantan beras nan tersisa akan ditanak kadang-kadang. Harilah petang tengah turun lalu keluar mencari air hendak bertanak malah pula. Namun berkata sama diri, "Manalah kita orang sarikat ? Bagai kedengaran bunyi air, baiklah itu kita turut." Berjalan orang semuanya lalu dijelang air itu padang setampuk rumput. Manis airnya,
Gadang menengah padang
Air jernih tapisan suci
Patut bermain petang-petang
Tempat menjemur-jemur kain
Batu gadang jujung-berjujung
Batu bulat susun-bersusun
Batu pipih tindih-bertindih
Tabung air siku-bersiku
Kilat-kemilat kersik
lumat bagai ditinting
Batu kecil bak dikarang
Anak beringin beririt payung
Patut berhenti anak dagang
Sekian lama diri bermain, tidak melihat jejak orang, duduk bermenung Azu Syirah, hati bercampur keresahan, tambah perut lagi lapar, bagaikan cucur ayer mata, tandanya badan kehilang, jalan pulang pun tidak dapat sampai, bak kata pantun orang,
Tidak kesadang diranggungkan
Bawa ke Pulau Bilang-bilang
Tidak gunanya bermenungkan
Bawa berburu naknya hilang
Namun berkata Azu Syirah, "Manalah kita kawan sarikat ? Marilah kita tanak makan, hati nan usah diperusah." Namunlah sudah minum makan, lalu berkata Azu Syirah, kata nan ubat-ubat diam, kata pelengah-pelengah hati, kata penanti hari malam,"Bukanlah kita salah kata, kuk benar sepantun hampir dusun, hamba nan patut diam siku, sampai bak pantun ianya orang :
Bawalah geluk pi mandi
Jinjing labu pikul perian
Biar beramuk dalam hati
Di muka tidak kelihatan
Dengarkan sebuah lagi :
Deras ribut dipuncak gunung
Rebahlah batang masuk kolam
Asal sabut naknya terapung
Asal batu naknya tenggelam. "
Namun berkata malah kawan, "Kampung siapa kolah iko, inikah kampung hantu raya ? Hamba nan takut-takut besok siapakah kita kan mati ?". Namun berkata Azu Syirah, orang nan cerdik bijaksana, "Manalah orang sarikat ? Tidurlah tuan semuanya, biarlah hamba berjaga seorang." Lalu terjampang matahari, cuaca awan sirat, duduk berpusus sama diri, malamlah hari hanya lagi. Lalu berkata Azu Syirah, "Manalah kita kawan sarikat, lelaplah tuan semuanya, entah dimana musuh kedatang, kita tidur dirimba raya, usahlah kita sia-sia." Sedikit pula antaranya lelaplah orang semuanya dihadap oleh Azu Syirah.
Harilah larut tengah malam
Harilah dingin-dingin basah
Berbunyi siamang dirimba
Berbunyi ngiyang-ngiyang rimba
Berbunyi ruak-ruak bangau
Berkotat pula malah ayam tadung
Mengokok pula burung helang
Mengaum pula harimau
mendengkang sirangkak dalam batu
Mencerca pula malah simpai
Mengucah-ucah malai tupai
Mendering serindit jantan
Bagai tersua balang cacing.
Bagai nan takut Azu Syirah - dimuka tidak kelihatan. Lamalah pula antaranya, sudah pula demikian diamlah pula semuanya.
Datanglah pula pendengaran, Bagai nan gendang dan momongan
Bagai nan orang hiruk-piruk
Bagai hadap tawang-tawang
Bagai rebab dan kecapi
Bagai seloang dan serunai
Bagai cecak dan lempari
Bagai bangsi dan negara
Bagai nan ludang dan serdam
Namun berkata Azu Syirah, "Manalah isi rimba raya marilah datang salah seorang, berilah kami minum makan. Kami nan sesat orang perburu, kami kehabisan beras bekal, patutlah kami dihibakan." Baik sekali, dua kali, baik tiga empat kali, lalu kepada lima kali, satu pun tidak nan menyahut. Lama seketika antaranya datang seorang perempuan elok nan bukan alah-alah, muka nan bagai bulan purnama, pakaian nan tidak terhargai. Rupanya orang sedang muda, bagai nan belum bersuami.
Ditebang batang marapalam
Rebahnya kedalam padi
Rambut nan hitam bagai malam
Muka nan bentar daun budi
Alah moh kembang kapas
Selasih berpagar bunga
Nan jinak tenggiling lepas
Nan pajuh lenggundi muda
Orang berdua pi ke ladang
Nan seorang pergi kepekan
Telinga bagai bunga kembang
Baun sebagai bunga pandan
Baik nan bukan alang-alang, bagaikan kabur bijik mata. Bagai bab hilang pula akal oleh melihat bakeh puteri tidaklah kata terkatakan. Dua kali mata memandang ianya lagi tegak-tegak jua, cukup ketika ianya hilang. Fikirlah pula dalam hati,
"Mata memandang tidak lepas ?"
Orang nan banyak lelap jua seketika pula antaranya, lalu mehimbau Azu Syirah,
"Manalah tuan isi rimba ? Jikalau ada laki-laki, marilah kita berhadapan, baiklah santun didagang sesuatu, kami orang sesat perburu."
Baik sekali, dua kali, baik tiga empat kali, hingga kepada lima kali, datanglah seorang laki-laki, lagipun sokah gadang panjang, lagi bawak, lagi rambaian , bagai nan rupa Raja Qatab . Lalu berkata Azu Syirah,
"Manalah tuan isi rimba ? Berilah hamba kata benar, anak siapa nan kemari, baik nan bukan alang-alang ?"
Jadi berkata raja rimba, "Manalah tuan orang muda, bukan siapa budak itu, hanyalah anak kandung hamba. Hambalah bernama Raja Jin, tidaklah Jin melebihi, sama pun tidak jua hamba."
Namun hatinya Azu Syirah, bagai kunyit kena kapur, bagai nan burung kena galah. Ianya sudah dibawa untung, kata nan tidak berbunyikan, alah mendengar kata Jin. Lalu berkata Azu Syirah,
"Manalah Tuan Raja Jin, hamba nan dagang kurang basa, kok lagi kasihan, di dagang sesuatu hamba bertanya, beritahu siapa nama Putri nan Tuan ? Hendak katakan pada hamba."
Mendengar kata demikian, lalu berkata Raja Jin,
"Manalah tuan orang muda, itulah anak kandung hamba, anak permainan siang malam, anak bernama si Hamizah, anak nan baik budi bahasa."
Mendengar kata demikian lalu bermenung Azu Syirah,
Kayu kelat tumbuh dilurah
Dibelah lalu diampaikan
Dikerat tarik kepenggali
Hati lekat pandanglah sudah
Allah kok tidak menyampaikan
Tampanlah badan larat sekali
Si masut menjalinlah lantai
Raja adil menembak enggang
Nan maksud kok tidak sampai
Haram-lillah kembali pulang
Alah si Masut pi berbenah
Mendapat telur buaya
Nan dimaksud kok tidak boleh
Tampan menghuni rimba raya
"Manalah tuan Raja Jin. Dengarkan jua sembah hamba. Bolehkah hamba masuk kota? Biar pengajat-pengajat ayam. Biar penyapu-penyapu rumah. Biar jadi suruhan Putri.", Mendengar kata demikian, Raja Jin pun arif bijaksana, ditangkapnya pula hujung kata, sudah bicara kepintasan. Lalu berkata Raja Jin,
"Janganlah berkata terlalu-lalu, kami nan orang isi rimba, diri nan anak cucu Adam, kata sebuah diteguhi ."
Mendengar kata demikian tambahlah malu Azu Syirah, lalu berkata Azu Syirah,
"Turun berjalan pi mandi
Bawa geluk bawa perian
Namun anak laki-laki
Kasurat dijalan dipantangkan."
Namun berkata Raja Jin, mencuba hati Azu Syirah.
"Manalah tuan orang muda, kami berumah kayu ara, kami berjinjang akar mati, diam disangka rimpang kayu, kami memakan buah kayu, miskin nan bukan olah-olah, Jangan menyesal akhir kemudian."
Lalu berkata Azu Syirah, orang nan cerdik bijaksana,
"Manalah tuan Raja Jin,
Khatib panggilkan ke kenduri
Singgah ke pekan membeli bada
Nyatalah tuan main budi
Takut ku kan dia nan suka
Selasih berpagar bunga-bunga
Bunga berpagar bunga pekan
Jika tuan kasih dihamba
Bawa hamba kerumah tuan
Pi melihat langgam disinun, hamba nan sudah madu perat , hamba nan tidak cetus api, ada penghisab lagi sebatang."
Mendengar kata demikian lupa seketika Raja Jin, lalu dibawa Azu Syirah, lalu beriring keduanya, lalu masuk kedalam kampung kota nan teguh. Kampung dalam lengkap nan lengkap, kelengkapan satu pun tidak kekurangan, raja nan kaya bukan alah. Lalulah hairan Azu Syirah, tidak jadi minta api. Lalu berkata ianya lagi,
"Manalah tuan Raja Jin, mana gerangan kata nan jaku , boleh gerangan minta hamba, hamba nan Menteri raja besar, berilah hamba ketentuan, hamba nak boleh hitam putih, mati dan hilang tidak disangka, orang nan gila-gila basa."
Mukanya merah-merah padam, orang biasa perang, jadi sampai bak pantun janya orang,
Bunga melur bunga cempaka
Ketika bunga pendek kaki
Biar lebur biar binasa
Asalkan boleh kehendak hati
Rambahi rimba lubuk Jambi
Orang Melaka kan ke Jawa
Asal lagi boleh kehendak hati
Redhalah hamba mati sika
Marimbang ditengah padang
Si Taka ditepi rimba
Kok lagi untung kembali pulang
Kok tidak hilang disika
Cekaukan kami kembang padang
Beri bertali benang sutera
Kasihi kami anak dagang
Kutambah orang bumi putera ."
Mendengar kata demikian, lalu berkata Raja Jin,
"Manalah tuan orang muda, jadilah tuan diam siko, dengarkan jua sembah hamba, berganti akan hamba membalas,
Pulau Pandan di laut besar
Labuhan biduk ke Betawi
Kalau berumah banyak-banyak
Tiadalah adat pada kami
Si senduduk ditabang tinggi
Buahnya banyak masak-masak
Adalah buruk adat kami
Berumah tidak boleh banyak
Sitako batang sitako
Dipatah ambil pi tanak
Kalau tuan nak lama siko
Usah berumah banyak-banyak."
Katanya jua Raja Jin.
Namun berkata Azu Syirah,
"Manalah tuan Raja Jin, dengarkanlah kata-kata hamba,
Hamba lalu di perjemuran
Bersua juga orang berkuda
Hati nan bulat segilingan
Tidak lagi berdua tiga."
Namun berkata Raja Jin
"Sungguhlah tuan diam siko, bak mana kawan keluarga ? Apa bicara hati tuan ?"
Lalu menjawab Azu Syirah,
"Tentangan kawan sarikat, jikalau ada tuan lagi benar, suruhlah pula menghantarkan, tidak bicara pada hamba."
Lalu menjawab Raja Jin,
"Baiklah pula menghantar itu, nantilah hari sampai siang, biarlah hamba punya akal."
Sesudah selesai bicara itu, Lalu kembali Raja Jin, berjalanlah pula Azu Syirah menjagakan kawan lagi tidur. Lalu kembali Azu Syirah kepada kawan sarikat, dapati lelap jua. Lalu berkata Azu Syirah
"Manalah tuan sarikat, jagalah kamu dari tidur, timur bingkas harilah siang."
Lalu bangunlah semuanya. Lalu berkata Azu Syirah,
"Manalah tuan kawan sarikat pulanglah tuan semunya, adalah tuan menghantarkan, hamba nak selalu diam siko, hamba diambil Raja Jin, diambil ke benantuanya, katakan pula pada raja, janganlah tuan keberangan, sembahkan pula baik-baik, katakan hamba dah berumah."
Mendengarkan kata demikian, lalu berkata orang banyak,
"Manalah tuan Azu Syirah, nyawa bercerai jua badan tuan tinggal kami kepulang, apalah pula berita kami ?"
Lalu berkata Azu Syirah,
"Manalah tuan adik kakak, hamba dibawa untung badan, entah ke baik entah ke jahat, tidak terkata untung diri. Ia bak kata pantun orang,
Bukan tingkarang nan ditimpa
Gunting tersisip tak berhulu
Bukan sekarang nan terminta
Suratan sudah terdahulu
Berjalan bersarungkan baju
Berkain berandang-andang
Suratan sudah terdahulu
Masa dirahim dibadan kandung."
Mendengar kata demikian, lalu menangis timbal balik, lalulah cerai tulang belakang, lalu maha puas ayer mata, dihantarkan pula oleh Raja Jin, lalulah betul jalan pulang, tidak terhambat terhelantang. Alah tiba-tiba canda dirumah, mashorlah khabar Azu Syirah, tidak diharap-harap lagi. Berkhabarlah orang pada raja,
"Manalah tuanku raja kami,
Ditutuh dahan meransi
Diambil pelantang pauh
Diambil buah kelalangan
Kok dibunuh kami kemati
Kok dijual hanya kejauh
Tuanku juga yang kehilangan
Adapun jarum dah patah, betapa menjahit kain ?
Adapun Menteri Azu Syirah, sudah diambil Raja Jin.
Betapa menjahit kain, dikili-kili tepinya,
Sudah diambil Raja Jin, diambilnya akan menantunya,
dikili-kili tepinya, lah cabik pula ditengah,
sebabnya jadi menantunya, kerana kehendak Azu Syirah
tidaklah daya pada kami, orang beraja dihatinya."
Mendengar kata demikian lalu berhenti Raja itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Blog Archive
-
►
2015
(1)
- ► 10/25 - 11/01 (1)
-
►
2014
(30)
- ► 11/02 - 11/09 (1)
- ► 10/19 - 10/26 (29)
-
►
2013
(38)
- ► 07/07 - 07/14 (1)
- ► 05/19 - 05/26 (6)
- ► 05/12 - 05/19 (2)
- ► 04/28 - 05/05 (25)
- ► 04/14 - 04/21 (2)
- ► 03/24 - 03/31 (1)
- ► 01/20 - 01/27 (1)
-
▼
2012
(104)
-
▼
12/23 - 12/30
(52)
- Bahasa Sunyi Cinta - Kiai Budi Harjono
- Bunda Para Nabi
- Parit-parit Berapi (Uhdud)
- Hikayat Puteri Balqis
- Kekuatan Maaf
- Kisah Nazaruddin dan Timur Lenk
- Kisah-Kisah Nazaruddin Avanti {4}
- Kisah-Kisah Nazaruddin Avanti {3}
- Kisah-Kisah Nasrudin Avianti {2}
- Kisah-kisah Nazaruddin Avanti {1}
- Orang Yang Berjalan di Atas Air
- Orang-orang Buta dan Gajah
- Orang Yang Mudah Naik Darah
- Perumpamaan Orang-orang Tamak
- Para Nelayan Dan Rumah
- Peti Kuno Nuri Bey
- Pintu Sorga
- Santapan Sorga
- Santapan Sorga
- Semut dan Capung
- Si Bodoh, Si Bijak, dan Kendi
- Sifat Murid
- Sumpah
- Tiga Cincin Berlian
- Tiga Ekor Ikan
- Tiga Nasehat
- Toko Lampu
- Tiga Kebenaran
- Si Lumpuh dan Si Buta
- Kisah Pasir
- Ketika Maut Datang Ke Baghdad
- Ketika Air Berubah
- Mimpi dan Irisan Roti
- Jalan Gunung
- Raksasa dan Sufi
- Si Bodoh dan Unta Yang Sedang Makan Rumput
- Kisah Api
- Keperluan Yang Makin Mendesak
- Ular dan Merak
- Isa dan Orang-orang Bimbang
- Darwis Dan Putri Raja
- Cara Menangkap Kera
- Burung Merak Raja di Bawah Keranjang
- Burung India
- Burung Hoopoe dan Burung Hantu
- Burung dan Telur
- Bunglon dan Kelelawar
- Air Sorga
- Bayazid dan Orang Yang Memikirkan Diri Sendiri
- Abu Nawas - Yang Lebih Kaya Dan Mencintai Fitnah
- Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti...
- Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari
- ► 10/28 - 11/04 (2)
- ► 09/30 - 10/07 (2)
- ► 09/16 - 09/23 (8)
- ► 08/19 - 08/26 (6)
- ► 08/12 - 08/19 (3)
- ► 08/05 - 08/12 (31)
-
▼
12/23 - 12/30
(52)
Categories
- Ad Durun Nafis (17)
- Al Hikam (4)
- Amalan (5)
- Berbakti (4)
- Cinta (19)
- Hakekat (32)
- Hikayat (49)
- Intisari (26)
- Jaswan Kabir (1)
- Kisah (7)
- Kitab (37)
- Medang (1)
- Motivasi (6)
- Musik (3)
- Pasrah (8)
- Pendidikan (16)
- Perumpamaan (20)
- Profil (5)
- Rumi (2)
- Sajak (30)
- Sirrul Assrar (27)
- Sufi (82)
- Tauhid (39)
- Tauladan (10)
- Teori (38)
- Tokoh (9)
- Yatim (1)
Followers
Entri Populer
-
NUR MUHAMAD Beliaulah yang mula mula sekali menyatakan bahwasanya kejadian Alam ini pada mulanya ialah dari pada “HAKIKATUL MUHAMMADIYAH” ...
-
Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf ...
-
Al-Mursyid Syekh Mufti Pangeran Panghulu Nata Agama Al-Habib Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh (Mursyid dan Mufti Besar Kesult...
-
Ketahuilah penjelasan alif, arti dari alif, asal alif adalah titik. Titik adalah atomik, sedangkan atom adalah ruh lembut. Arti dari ruh ...
-
Salah satu permata Kalimantan pada jaman dulu adalah Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari lahir sekitar tahun 1150 H (1735M) di Martapura ...
-
Martabat Tanazzul pada tingkat-tingkat berikut ini . 1. Alam Arwah. Pada tingkat inilah terhimpun dan terhampar luas sega...
-
Ki Hadjar Dewantoro RUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN: 1. Pada UUD-1945 Dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, sesudah menyatakan ...
-
Dalam deretan ulama Banjar, nama Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari tak kalah masyhur dibanding Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Kalau Muha...
-
dalam bahasa sunyi cinta yang bicara adalah perilaku bukan kata aku memang berpuitis tetapi ku lebih takjub kepada peristiwa melebihi...
-
Hakikat Dzat pada Sifat Allah .Sebelum melanjutkan membaca dan memahami kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah pada bagian ini, per...
About Me
- masangga
Powered by Blogger.