Pertanyaan:
1.
Mohon
dijelaskan arti yatim dalam al-Qur'an. Apakah dikhususkan anak yang kematian
bapak saja, atau yang tidak beribu pun disebut yatim? Benarkah anak yang
kematian ibu boleh didiskriminatifkan dalam penyantunan dan perhatian? Adakah
dalilnya anak yang kematian ibu disebut piatu sehingga hak santunan (material
dan kasih sayang) boleh berbeda dengan anak yang kematian bapak?
2.
Bagaimana
cara menyantuni anak yatim yang dicontohkan Nabi Muhammad saw?
3.
Apakah
ada tuntunannya memberi santunan dengan prosesi membelai-belai rambut anak
yatim oleh jamaah secara bergiliran? Apakah dibenarkan yatim remaja putri
dibelai-belai sedemikian rupa oleh jamaah laki-laki dari remaja hingga dewasa?
Atas jawabannya diucapkan terima kasih.
Jawaban:
1.
Arti
yatim: yatim berasal dari bahasa Arab yang berarti orang yang kehilangan
(kematian) ayahnya, bukan ibunya. Anak yatim wajib disantuni karena ia
kehilangan ayah yang wajib menanggung nafkahnya. Namun demikian, orang yang
kehilangan (kematian) ibunya tetap wajib disantuni sebagaimana halnya anak
yatim. Apalagi kalau kehilangan (kematian) kedua orang tuanya sekaligus. Adapun
piatu adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk sebutan bagi anak yang
kehilangan (kematian) ibunya. Sehingga anak yang kehilangan (kematian) ayah dan
ibunya sering disebut dengan yatim piatu. Masa keyatiman seorang anak itu ada
batasnya, yaitu ketika ia telah baligh dan tampak rusyd (kemandirian) pada
dirinya. Firman Allah SWT:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا
النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ
أَمْوَالَهُمْ. [النسآء، 4: 6].
Artinya: “Dan ujilah anak
yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah
kepada mereka harta-hartanya.” [QS. an-Nisa', 4: 6].
Banyak hadits
yang menganjurkan kita untuk memelihara dan menyantuni anak yatim, antara lain:
عَنْ
سَهْلٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا وَكَافِلُ
الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا. [رواه البخارى].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Sahl, Rasulullah saw bersabda: Aku dan pemelihara anak yatim, di surga
seperti ini. Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan
merenggangkan di antara keduanya sedikit.” [HR. Al-Bukhari].
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَافِلُ
الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ
وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: ‘Pemelihara anak yatim
kepunyaannya (masih ada hubungan keluarga) atau kepunyaan orang lain (tidak ada
hubungan keluarga), dia dan aku seperti dua jari ini di surga.’ Lalu Malik
mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah.” [HR. Muslim].
2.
Secara
terperinci Nabi Muhammad saw tidak memberi contoh bagaimana cara menyantuni
anak yatim. Yang jelas, cara menyantuni anak yatim itu adalah dengan
memuliakan, memperhatikan, memberi kasih sayang, memenuhi kebutuhan hidupnya
(makan, minum, pakaian, tempat tinggal), pendidikannya, kesehatannnya dan
segala sesuatu yang diperlukannya agar menjadi anak yang shalih, mandiri dan
berguna.
3.
Tentang
membelai rambut anak yatim, memang ada sebuah hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ.
[رواه أحمد ورجاله رجال الصحيح].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan hatinya
kepada Rasulullah saw, maka beliau bersabda: ‘Usaplah kepala anak yatim dan
berilah makan orang miskin.’” [HR. Ahmad dengan perawi shahih].
Menurut hadits
ini, mengusap kepala anak yatim dan memberi makan orang miskin mempunyai
pengaruh yang sangat baik pada diri seseorang, yaitu dapat melembutkan hati
yang keras. Dalam prakteknya, kedua hal tersebut dilakukan dengan penuh
keinsyafan hati secara natural (tidak dibuat-buat) atau dipaksa-paksakan).
Mengusap kepala anak yatim adalah simbol atau cara menunjukkan empati dan kasih
sayang, bukan ritual yang harus dilakukan. Sudah barang tentu yang diusap
adalah kepala anak yatim yang belum dewasa. Adapun orang laki-laki membelai
rambut anak yatim putri yang sudah menginjak usia remaja adalah dilarang karena
menimbulkan fitnah. Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)
Fatwa Tarjih Muhammadiyah
Fatwa Tarjih Muhammadiyah
1 comments:
makasih numpang ngopy paste
Post a Comment